Kemarin. Kita merayakan hari lahir Pancasila. Untuk setiap lembaga pendidikan, terkhusus di lembaga pendidikan, mengisi hari Lahir Pancasila ini dilaksanakan dengan upacara bendera.Â
Ada yang unik di lembaga pendidikanku saat itu. Pasukan upacara bendera, disusun berdasarkan kalender hari  lahir Pancasila. Pesertanya terdiri dari perwakilan siswa, ekstrakurikuler, dan tenaga pendidik serta tenaga kependidikan. Seru, unik dan syahdu. terlebih lagi, suasana penyelenggarana upacara hari lahir Pancasila kali ini, dikondisikan berbeda dari suasana upacara bendera hari-hari biasanya.
iya, betul. Salah satu keunikan yang dikemas dalam upacara bendera kali ini, yaitu penataan pasukan upacara bendera peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2024. Â Menurut pengatur upacara, susunan pasukan upacara itu mengacu pada tanggal kelahiran, hari kemerdekaan, dan tahun pelaksanaan upacara bendera kali ini. Oleh karena itu, susunan pasukannya di tetapkan terdiri dari 1 (tanggal) orang pembina, Â pasukan 6 (juni) diisi oleh petugas upacara, pasukan 17 (tanggal), pasukan 8 (agustus), pasukan 45 (tahun 1945), pasukan 20 (tahun 2000), dan pasukan 24 (tahun 24) yang diisi oleh tim paduan suara. Dengan demikian, rangkaian pasukan upacara kali ini, adalah pasukan 1 juni dan 17-8-1945, yang dilaksanakan tahun 2024.
Seperti yang dilakukan dalam kegiatan upacara formal lainnya. Sambutan pembina upacara kali ini, yaitu dengan membacakan sambutan dari kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Selepas itu, kemudian ada sepatah kata dari pembina upacara lokal.Â
Namun, seperti yang biasa dan bisa terjadi pada siapapun, yang turut serta dalam kegiatan ini, mungkin jadi ada pengalaman bathin yang unik dalam diri masing-masing. Khusus dengan pribadi penulis kali ini, ada pengalaman bathin yang unik, dan terbersit ulang, di setiap perayaan hari lahir Pancasila ini. Pengalaman ini terkait dengan apa, dan bagaimana kita memosisikan Pancasila dalam hidup dan kehidupan kita.
Sejalan dengan persoalan yang muncul itulah, kemudian tertarik pada tiga konsep dasar dalam kajian keilmuan sosial kita. Pertama, hal pertama, adalah objektivikasi. Objektivikasi, setidaknya mengandung makna perlu ada pengakuan secara rasional dan nyata, bahwa Pancasila adalah ril ideologi bangsa Indonesia. Ideologi bangsa Indonesia bukanlah kapitalisme, sosialisme, chauvinisme atau bahkan teologisme. Ideologi bangsa Indonesia yang nyata dan objektif, adalah Pancasila.Â
Dengan kata lain, pada setiap insan, diri kita, sebagai warga negara Indonesia, perlu menghadirkan kesadaran dan keyakinan sepenuh hati, dan bahwa Pancasila adalah gagasan objektif yang ada dan lahir di tengah-tengah dinamika bangsa Indonesia. Menurut pendahulu kita, Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, dan selaras dengan jiwa bangsa Indonesia, dan kini secara politik, nyata dan objektif menjadi ideologi bangsa Indonesia.
Kedua, rekonstruksi nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila, sejatinya, bukanlah ideologi terpecah dan terbelah. Kendati Pancasila terdiri dari lima sila atau lima nilai, namun satu dengan yang lainnya, memiliki hubungan yang erat dan saling menunjang. Pada pendahulu kita menyebutnya, nilai yang satu itu dilandasi oleh nilai yang lainnya, dan juga melandasi nilai yang lainnya. Satu sila dengan sila yang lainnya, saling dilandasi dan melandasi.Â
Melalui gagasan seperti inilah, maka nilai-nilai Ketuhanan yang  Maha Esa di Indonesia, adalah nilai ketuhanan yang berlandaskan pada nilai kemanusiaan, keadaban, persatuan, kebijaksanaan dan keadilan sosial. Adalah tidak ada ruang dan tidak ada tempat, bila ada sekelompok agama, golongan atau etnis, yang menjunjung kedaulatan kelompoknya, dengan cara merendahkan kelompok lainnya. Sikap yang terakhir tersebut, adalah menjunjung satu nilai Pancasila namun merendahkan nilai-nilai Pancasila lainnya.
Sehubungan hal itulah, maka kecerdasan bangsa Indonesia dalam melakukan rekonstruksi nilai-nilai Pancasila menjadi satu kebutuhan yang mendesak, dalam upaya membumikan dan menjunjung marwah Pancasila dalam kehidupan kita hari ini.
Terakhir, pada akhirnya, hal yang perlu dilakukan itu, adalah  melakukan reaktualisasi. Mau tidak mau, nilai-nilai Pancasila itu, perlu dikemas dan dikembangkan seiring sejalan dengan perkembangan zaman.  Menurut penggagas dan juga pendahulu kita, Pancasila adalah ideologi terbuka, terbuka untuk direkonstruksi seiring sejalan, baik dengan konteks lingkungan masing-masing, maupun konteks perkembangan zaman. Pancasila bukanlah ideologi kaku dan beku. Pancasila adalah ideologi terbuka, yang dinamis dalam menerima penafsiran baru untuk bisa dikemas dan dikembangkan secara aktual dalam kehidupan sehari-hari.