Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemenangan Yang Dicemooh

2 Juni 2024   06:37 Diperbarui: 2 Juni 2024   06:41 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ditelaah dari sisi kebahasaan, istilah menang mengandung makna yang cukup luas, dan bahkan kritis. Bila saja, kita salah memahami makna kemenangan ini, maka kita pun, akan mudah terjebak oleh sebuah pemahaman yang dangkal, bahkan bisa tersalahgunakan. Mari kita cek saja, pengertian menang dari sudut denotasi atau kamus bahasa Indonesia. Pada dokumen resmi kamus Bahasa Indonesia, kata menang dapat diartikan :

  1. v dapat mengalahkan (musuh, lawan, saingan); unggul: dalam perang selalu ada yang kalah dan ada yang --
  2. v meraih (mendapat) hasil (perolehan) karena dapat mengalahkan lawan (saingan): berapa rupiah kamu -- semalam?
  3. v lulus (dalam ujian): dalam ujian susulan dia --
  4. v mendapat hadiah (dalam undian, sayembara, dan sebagainya): ia -- lotre; yang -- sayembara karang-mengarang mendapat piagam
  5. v dapat melebihi; lebih dari: bukan karena -- pandai, melainkan memang nasib baik; ia bukan -- kaya, melainkan -- pangkat
  6. v dinyatakan benar (dalam perkara): terdakwa itu -- perkara

Bila ditelaah dengan tepat, maka makna kemenangan itu, bisa ada dalam dua posisi. Pertama, kemenangan adalah sesuatu yang dinyatakan benar, misalnya digunakan dalam kalimat "terdakwa itu menang perkara". Dengan kata lain, kemenangan adalah sesuatu yang benar, dengan cara benar, dalam memunculkan nilai-nilai kebenaran. Inilah yang bisa disebut sebagai sebuah kemenangan sejati. Hadiah yang diterima, sebagai penghargaan atas kemenangannya itu, akan menjadi sebuah kemenangan yang dihargai, atau mengharumkan nama baik dirinya, dan lingkungannya. 

Tetapi di sisi lain, dalam situasi makna-dan-kelakuan yang membuncah di zaman ini, realitas kemenangan itu, nyatanya tidak selamanya hasil dari usaha benar, dengan cara benar, dan menunjukkan nilai-nilai kebenaran. Kemenangan itu, ada yang dapat dilakukan dengan cara melakukan sesuatu yang bisa melebihi kemampuan orang lain, baik itu melebihi siasatnya, strateginya, tekniknya, atau mobilisasi masanya, sehingga dia dapat meraih kemenangan. Orang yang mendapatkan hadiah dari judi pun, dapatlah disebut sebagai orang yang mendapatkan kemenangan, artinya, menang dalam judi, dengan teknik judi !

Untuk kasus yang terakhir itulah, Jean Baudrillard (2018) menyebutnya sebagai kemenangan yang dicemooh. Sebuah prestasi yang tidak mendapat apresiasi mutlak baik oleh dirinya, maupun lingkungannya.

Saat  menjelaskan kemenangan yang dicemooh, Jean Baudrillard (2018) menuturkan fakta adanya 'kemampuan' dan 'kekuasaan' kaum perempuan dalam menaklukkan banyak lelaki.  Kaum perempuan, dengan kekuatan-daya rayunya (seduksinya) mampu menghadirkan dan menstimulasi hasrat, yang bisa mengendalikan banyak pihak, baik yang merasa berhak ataupun tidak berhak untuk merasakan nikmat dan indahnya pesona tersebut. Sayangnya, kendati kaum perempuan itu mampu merayu apapun dan siapapun, namun malah posisinya dirinya yang  terjerembab dalam tuduhan dan keterhinaan. Di tengah masyarakat kita kemudian dikenalinya, sebagai pelakor, selingkuhan atau nama lain yang setara dengan itu.

Dalam  potret itulah, kekuatan dan pesona yang dimiliki kaum perempuan, yang sejatinya merupakan kekuatan-pengendali, jangankan orang biasa, sultan, raja atau konglomerat sekalipun, dapat tunduk dan tertundukkan olehnya. Sayangnya malah kemudian, menjadi sebuah kemenangan yang dicemooh. Artinya, boleh saja kamu memiliki suami yang kaya raya, tetapi jika hal itu hanya memosisikan dirimu sebagai pelakor, maka kemenanganmu hanya akan menjadi cemoohan, setidaknya untuk kelompok yang tidak setuju dengan perbuatanmu !

Boleh saja, kamu mendapatkan nilai tertinggi di kelasmu. Tetapi, manakala teman-temanmu tahu, bahwa nilai yang kau raih dari nyontek, atau tugasmua hasil jiplak sana-sini, kemudian si guru memberikan nilai tertinggi padamu, maka kemenanganmu, hanya akan menjadi cemoohan di tengah kehidupanmu.

Bisa jadi, kamu memmiliki rumah yang mewah, kekayaan yang melimpah, kendaraan yang tumpah ruah dihalaman rumah, satu sisi menjadi sebuah kebanggaan, dan sisi lain menjadi buah cibiran. Dugaan perilaku yang  tidak terpuji, baik dugaan pencucian uang, korupsi atau didapat dengan jalan haram menerpa dirinya, sehingga kemudian menyebabkan kekayaanpun menjadi sebuah kemenangan ekonomi yang dicemooh.

Posisi politik, apapun jabatannya, apakah dikursi eksekutif,  yudikatif maupun legislatif, adalah sebuah prestasi dan prestise. Namun manakala, kedudukan itu didapat dengan cara yang tidak benar, atau malah diimbuhi dengan produk politiknya yang tidak tepat, maka kemudian melahirkan plesetan yang tidak nyaman dibenak dan nalar publik. Yudikatif perumus UUD, sekedar ujung-ujungnya duit. MK menjadi mahkamah Kakaknya. MA menjadi Mahkamah adiknya. Ketua Tapera dikenali sebagai tambahnya penderitaan rakyat.  Semua itu, merupakan cipratan imajinasi terhadap realitas kemenangan yang dicemooh.Artinya, andaipun keputusan politik atau produk dari polisi itu berlanjut dan diberlakukan, namun tetap menjadi bahan pembicaraan di tengah masyarakat.

Mengapa di cemooh ? bisa jadi, keberhasilan atau kemenangannya itu, bukan menang dalam pengertian meraih kebenaran, namun mampu mengalahkan lawannya, dengan cara yang tidak mudah dipahami oleh pihak lain. Sehingga kemudian, malah melahirkan lubang-lubang pencemoohan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun