Ada satu irisan yang sama, namun dua situasi yang berbeda, antara Persib dan Timnas Sepakbola Indonesia. Tentunya, wajar, karena target dua klub itu berbeda. Persib untuk sementara, masih di level liga domestik Indonesia, sedangkan target Timnas Indonesia di level Internasional. Â Namun, fakta untuk hari ini, jelas ada dua situasi dalam satu kondisi yang sama.
Persib Juara di liga 1 2023-2024. Sedangkan, Timnas sepakbola Indonesia, targetnya belum mewujud secara sempurna. Walaupun, masih tetap dapat diapresiasi positif dan luar biasa, atas prestasinya tahun ini, bisa menampilkan prestasi impresif. Menurut informasi di media massa, dari tujuh tim Asia Tenggara, hanya Timnas Indonesia yang berpeluang lolos ke babak Ketiga Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Hingga matchday keempat Grup F Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, Timnas Indonesia duduk di posisi dua dengan tujuh angka, unggul empat poin dari Vietnam di tempat Ketiga. Tentunya, sebuah prestasi yang sangat-sangat layak untuk diapresiasi.                                                      Sumber : Cv.tirtabuanamedia.com
Satu kondisi yang sama, dalam dua situasi yang berbeda itu, adalah soal naturalisasi. Situasinya sama, yakni dihadapkan pada pertanyana klasik dan berulang, yang kehadiran pemain naturalisasi. Saat orang membincangkan, kondisi hari ini, kebahagiaan hari ini, yakni saat orang membicangkan prestasi Persib di Liga 1 kali ini, dan juga Timnas Indonesia di tahun ini, muncul lagi pertanyaan, mengenai dampak dan efek naturalisasi terhadap pendongkrakan kualitas olahraga di dalam negeri. Bagaimana dan mengapa ?
Lebih sentimentalnya, pertanyaan itu diajukan dalam kalimat, "apakah prestasi itu, akibat dari sebuah gairah nasionalisasi, atau industralisasi ?"
Gairah industri olahraga, terjadi dan menguat bukan kali ini saja. Olahraga, sejak era modern sudah menjadi komoditas ekonomi. Event dan berbagai hal yang terkait dengan kecabangan olahraga, apapun, yang ada di negeri kita ini, sejatinya sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari fenomena industrialisasi. Cabang olahraga penting dan popular, bahkan bisa dikatakan olahraga publik, seperti futsal, bola voly, bulutangkis, dan tentu saja, sepakbola, sudah menjadi satu komodotas ekonomi yang bisa menggerakkan roda ekonomi di Indonesia.
Untuk fenomena ini, rasanya, sudah menjadi maklum dan sudah bisa dipahami bersama. Bila demikian adanya, lantas, apakah proses naturalisasi pemain olahraga, seperti yang terjadi dalam cabang sepakbola (yang paling masif), masuk kategori fenomena yang dilandasi oleh industrialisasi atau nasionalisasi ?
Dalam studi budaya, kita bisa menemukan informasi bahwa di era teknologi informasi dan komunikasi kali ini, tidaklah mudah untuk memisahkan gairah nasionalisme dan industrialism. Ada semacam pencaian batas, antara motivasi nasionalisme dengan industrialisme. Misalnya, apakah naturalisasi itu dilandasi motiv rasa cinta tanah air, atau karena dorongan peluang untuk meningkatkan performa kompetensi sehingga bisa menjadi pijakan untuk melejitkan peluang karir olahraga di masa depannya ? bila saja, ada pikiran yang terakhir tadi, maka sejatinya, dapat pula diartikan bahwa terdapat batas yang cair atau fluid antara nasionalisme dan industrialisme dalam proses naturalisasi.
Sejumlah atlet asing yang berkiprah di Indonesia, saat melihat peluang karir yang positif di Indonesia, kemudian ada yang beralih kewarganegaraannya, baik itu sebagai pemain maupun sebagai pelatih. Â Tentunya ada pertimbangan rasional (ekonomi), antara pulang ke kampung halaman dengan masa depan kehidupannya di tanah air ini. Pertimbangan rasional inilah, yang dapat diposisikan sebagai bentuk tindakan rasional intrumental ekonomis bagi seorang atlit asing di Indonesia, untuk melakukan perubahan status kewarganegaraan.
Merujuk fenomena ini, dapatlah disederhakan, kesimpulan sementara bahwa proses naturalisasi dalam bidang olahraga di era seperti sekarang ini, merupakan irisan atau pertemuan kepentingan antara kepentingan nasional dan industrialisasi olahraga di Indonesia. Â Dengan kata lain, dua aspek ini, menjadi dua pijakan seseorang dalam mengambil keputusan untuk pelakukan proses naturalisasi. Andai saja, salah satu diantara dua hal ini, tidak terjadi, tampaknya kita yakin benar, proses naturalisasi itu, tidak akan terjadi, pada siapapun.
Untuk alat ujinya, jika saja karir sepakbola di timnas Indonesianya tidak moncer atau tertutup, akankah seseorang yang sudah berkiprah di klub besar Eropa, akan mau melakukan naturalisasi ? atau, akankah Indonesia melakukan naturalisasi, jika ada seorang atlet yang nilai ekonominya sudah menurun ? akankah, ada atlet yang sudah purna-karir, dinaturalisasi ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H