Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum, Merdeka Saja Tidak Cukup!

8 Mei 2024   05:29 Diperbarui: 8 Mei 2024   05:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membincangkan masalah fake productivity, memancing kita untuk melirik dunia pendidikan. Wilayah ini, kelihatannya memiliki peran dan posisi stategis untuk dibincangkan, sekaligus juga memiliki ruang-wacana yang terbuka, bila dikaitkan dengan masalah fake productivity.

Mengapa demikian?

Alasannya sangat jelas dan tegas. Kualitas dari produktivitas kerja seseorang, adalah produk dari lembaga pendidikan. Kelihatannya ini adalah penyimpulan yang sulit dibantah. 

Apapun lembaga pendidikannya, baik itu formal, informal maupun nonformal, memiliki tanggungjawab yang nyata terhadap persoalan produktivitas sumberdaya manusia Indonesia saat ini. 

Kesalahan dunia pendidikan dalam mentransmisikan pesan-pesan kemanusiaan, kebangsaan dan kemodernan, akan menjadi akar soalan yang mendalam dan berkelanjutan terhadap masa depan Bangsa Indonesia. 

Kesalahan dunia pendidikan dalam menetapkan orientasi atau visi pemberdayaan dan pemanusiaan generasi muda, akan menjadi penyebab tidak jelasnya arah dan tujuan serta efektivitas capaian proses pembangunan di masa depan.

Lantas, apa soalan dunia pendidikan kita saat ini ? apakah penetapan kebijakan Kurikulum Merdeka, sebagaimana yang dirasakan aura dan atmosfera-nya hari ini, masih dianggap belum cukup, ataukah masih perlu ada hasrat untuk melakukan perubahan dan perombakan kurikulum? 

Kendati masih ada keluhan, atau respon yang kurang positif terhadap penyelenggaraan kurikulum merdeka ini, namun faktualnya bahwa dalam satu dekade terakhir ini, Indonesia tengah menerapkan model kurikulum Merdeka.  

Sosialisasi dan implementasi kurikulum merdeka sudah dilakukan secara masif dan berkelanjutan, baik langsung maupun daring (tidak langsung). Bahkan lahir dan masifnya guru penggerak, serta sekolah penggerak pun, adalah bagian nyata dari keseriusan pemerintah dalam menerapkan kurikulum merdeka.

Kita memahami, bila dikaitkan dengan makna dasar dari konsep merdeka, adalah lebih merupakan pada deskripsi kondisi atau atmosfera kehidupan. Di kamus bahasa Indonesia, makna merdeka adalah (1) bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri: sejak proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 itu, bangsa kita sudah, (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan: -- dari tuntutan penjara seumur hidup, arau (3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Dengan kata  lain, merdeka adalah kondisi atau atmosfera kehidupan. 

Merujuk pada makna denotasi tersebut, Kurikulum Merdeka sejatinya dapat diartikan satu atmosfera pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada setiap simpul penyelenggara pendidikan untuk menciptakan dan melakukan proses pemberdayaan potensi dan kemampuan peserta didik, sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan peserta didiknya. Demikianlah kira-kira satu dari sekian banyak pemaknaan kita terhadap kurikulum merdeka.

Sekali lagi, Kurikulum Merdeka sejatinya baru berbicara masalah atmosfera atau lingkungan pendidikan, yaitu wiyata mandala yang leluasa dalam menyusun, merancang dan mengembangkan model layanan pendidikan sesuai dengan potensi dan bakat dari peserta didiknya, yang diselaraskan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

Bila dikaitkan dengan narasi mengenai produktivitas, maka soalan kemerdekaan dalam layanan pendidikan ini, masih tetap belum selesai. Merdeka is not enough. Kemerdekaan saja, tidaklah cukup. Tidak cukup untuk menjadikan negeri ini, menjadi sebuah negeri maju dan berkembang. Karena pertanyaan selanjutnya itu adalah, apa yang dilakukan setelah kemerdekaan itu didapatkan !?

Terkait dengan hal ini, maka paska dunia pendidikan meraih kemerdekaannya, seluruh simpul layanan pendidikan tidak boleh diam, dan tidak boleh  berhenti sampai di sini. Masih ada pejalanan lanjutan yang perlu dilakukan dan dilanjutkan untuk mengisi kemerdekaan dunia pendidikan. 

Tak ubahnya dengan kondisi politik bangsa Indonesia. Indonesia sudah merdeka sejak 1945. Tetapi merdeka saja tidak cukup. Jelas-jelas, sangat tidak cukup, dan bahkan tidak boleh berhenti dengan raihan kemerdekaan negara Indonesia. Seluruh komponen bangsa Indonesia perlu melanjutkan langkah perjuangannya, yakni dengan merumuskan strategi untuk mengisi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Itulah kesadaran kita dan penalaran kita selama ini.

Sehubungan hal itu pula, maka pemaknaan yang serupa pun terjadi terhadap dunia pendidikan. Kita dengan tegas, menyatakan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka perlu ada tahapan selanjutnya, atau merdeka saja masih tidak cukup !!!

Apa langkah lanjutan dari kondisi kemerdekaan dunia pendidikan ? inilah yang kita kutip di awal narasi ini, yakni pentingnya merumuskan modal layanan pendidikan yang produktif, menuju lahirnya generasi muda atau lulusan pendidikan yang produktif pula.

Sekali lagi, kegagalan merancang lembaga pendidikan yang produktif, potensial melahirkan model layanan yang tidak produktif, dan bahkan potensial melahirkan lulusan yang tidak produktif, dan bahkan kontraproduktif dengan kebutuhan zaman di hari esok.

Lha kok bisa? Itulah masalahnya. 

Keluhan kita di masa lalu dan masa kini, adalah lahirnya lulusan pendidikan yang tidak siap hidup dan tidak siap berdaya di masyarakat. Pengangguran berijazah tinggi, dengan produktivitas masih sangat rendah dan lemah. Inilah persoalan kita masa kii dan masa lalu, dan juga mengancam Indonesia di masa depan !  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun