Di setiap tahunnya, kerap kali terpikir dan kepikiran, kedekatan May Day dan Hardiknas (Hari pendidikan Nasional). Kemarin 1 Mei disebut Hari Buruh Internasional, dan hari ini, 2 Mei disebut Hari Pendidikan Nasional. Â Apa hubungannya, dan apakah keduanya memiliki hubungan ?Â
Rasa-rasanya, kedua hal ini, perlu sekali dibahas secara bersamaan. Bukan hal yang mengada-ada, namun hubungan dari kedua hal ini, memang sangat terasa dekat dan juga perlu dilakukan refleksi serius terkait dan terhadapnya. Setidaknya, demikianlah dalam rasa dan perasaan penulis saat ini.
Mengapa demikian ?Â
Ya itulah masalahnya. Kita perlu melakukan kajian ini, dengan penuh seksama, dengan maksud dan tujuan untuk melakukan galian makna kedekatan hari nasional dan internasional ini secara bersamaan. Karena, bila dipikir-pikir, atau setidaknya dalam pikiran selintas, kedua hari besar nasional atau internasional ini, ada beberapa titik soal yang kerap kali keliru atau disalahpahami.
Pertama, masih ada saja, yang mengartikan May Day sebagai hari buruh, sementara tenaga pendidik dan kependidikan tidak merasa menjadi buruh dalam industri pendidikan. Ini aneh. Aneh. Dan sangat aneh. Setidaknya, bila kemudian dilihat dari beberapa hal penting yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Satu sisi, kerap kali ada yang memberikan keluhan bahwa gaji guru (honorer) umumnya sangat kecil. Pihak pengelola cenderung mengekang kebebasan dan keleluasaan kerja. Kerja tenaga guru itu harus full tetapi penghargaan sangat minim. Lucunya, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menerima pekerjaan suci dengan gaji minim. Pertanyaannya, akankah situasi serupa itu, merupakan bentuk nyata perjuangan guru sebagai pegawai pun, masih tetap perlu diperjuangkan ?!
Atau dari sisi lain, bila solidaritas buruh begitu sangat kuat, tetapi solidaritas guru dalam perjuangan hak-hak sebagai guru, malah kurang gereget. Padahal, penderitaan dan kisah pilu yang mengelilingi, hampir saja dapat dipastikan sering muncul di media sosial. Bila ingat situasi serupa ini, maka hari pendidikan nasional sejatinya tidak jauh berbeda dengan hari buruh, yakni perjuangan pelaku pendidikan untuk memperoleh hak-haknya.
Selain itu, kita semua tahu, bahwa guru atau tenaga kependidikan lainnya juga, adalah pencari upah kepada penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka pada hakikatnya guru pun adalah buruh, setidaknya bukan buruh pabrikan atau perusahaan, tetapi buruh di industri pendidikan. Di zaman kita ini, pendidikan adalah komoditas industri yang menjanjikan bagi si pengelolanya, walaupun belum memberikan dampak yang serta merta menjadi katalis pensejahteraan kepada tenaga  pendidik dan kependidikannya. Bukti nyata, masih ada keluhan masalah kesejahteraan di kalangan tenaga pendidik baik yang dikelola Pemerintah maupun masyarakat.
Berdasarkan paparan itu, jelas dan tampak sudah bahwa May Day dan Hardiknas adalah dua hal yang saling berdekatan, bersinggungan dan saling menjelaskan, setidaknya sebagai hari perjuangan buruh secara umum, karena tenaga pendidik dan kependidikan pun adalah BURUH PENDIDIKAN !
Pada aspek yang kedua, pendidikan adalah melahirkan generasi baru bagi Bangsa Indonesia. Soalan yang perlu disampaikan dan dikemukakannya, adalah 'lulusan seperti apakah yang dikeluarkan lembaga pendidikan ?" akankah dunia pendidikan kita selama ini, dan selanjutnya itu, masih terus melahirkan generasi muda calon buruh di rumah sendiri ?Â
Pertanyaan krusial yang perlu dijawab bareng-bareng oleh seluruh rakyat Indonesia. Dari tahun ke tahun kita memperingati hari buruh, dan juga hardiknas, namun selama itu pula, kita belum memiliki kesepahaman yang solid mengenai kualitas lulusan dunia pendidikan kita. Artinya, lulusan dunia pendidikan kita ini, apakah diarahkan untuk menjadi buruh atau menjadi majikan di negeri kita sendiri !?
Bagaimana keadaan dan kondisi kita saat ini ? bagaimana membanjirnya buruh asing di luar negeri, yang banyak di isi oleh rakyat Indonesia ? atau sebaliknya, bagaimana posisi buruh kita dihadapan banjirnya buruh asing yang datang ke Indonesia  ? dua pertanyaan yang krusial yang kerap kali menjadi bahan pembicaraan lisan politisi, namun sulit tampak dan mewujud dalam regulasi. Di media sosial kerap kali kita disodori oleh informasi, sejumlah gejala membanjirnya buruh-buruh asing masuk ke dalam negeri, sementara rakyat Indonesia pun tidak siap dan tidak disiapkan menjadi majikan di dalam negeri. Pada ujungnya, akan ada pada posisi sulit, yakni bersaing untuk sama-sama menjadi buruh, atau tersingkirkan oleh buruh asing dan terpojok dalam posisi sebagai pengangguran.
Akankah, gejala menjadi buruh di luar negeri, atau menjadi buruh di dalam negeri akan tetap menjadi pilihan bagi rakyat Indonesia di hari esok ?!
Inilah realitas yang bisa memiriskan posisi dan kondisi kita ke depan, manakala, kita tidak mampu menarik benang merah pesan moral dari May Day dan Hardiknas hari ini  dan ke depan ?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H