Duduk termangu lagi. Demi demi detik berlalu lagi, entahlah berapa lama kami harus menunggu. Varian dimsum pun sudah pindah tempat ke dalam tubuh masing-masing. Â akhirnya pesanan rice bowl tiba.
"lha aku mau minum..." anakku yang kecil berteriak, kemudian dijawab oleh ibunya, "tunggu bentar, lagi di pesan..".  Saya merasa yakin, tidak kurang dari 10 menitan, untuk menunggu minuman tersebut. Ukuran sederhananya adalah rice bowl yang dipesan dan ada dihadapanku sudah  sirna di telah lapar. Kemudian minuman tiba.
Ayah dan Ibunya sudah kenyang. Setidaknya demikianlah, perasaan sementara. Sementara ketiga anakku, sudah lebih dari setengah jam belum menyantap menu utamanya. Masih menunggu. Dengan rasa terpaksa, kami terus menunggu pesanan tiba.
Duduk termangu lagi. Menunggu lagi. Di lihat antrian sudah mulai reda, dan para pemesan sudah duduk di tempatnya. Namun, mereka pun kelihatannya memiliki masalah yang sama, menunggu tibanya pesanan,
Karena merasa kesal, ku tanya beberapa petugas yang hilir mudik lewat ke lokasi, kapan tiba pesanan, dan kapan tiba pesanan. Jawabannya sangat sederhana, "lagi dibuatkan...", sebuah jawaban yang prosedural, namun tetap menggelisahkan.
Sang istri sudah mencoba mengkalkulasi, bahwa dalam hitungannya, biasanya harus menunggu kurang lebih satu jam. Tetapi hari ini sudah lebih dari 1,5 jam berlalu, pesanan belum tiba.
waduh...
untuk sekedar bermaksud melepas lapar dan dahaga, harus menunggu di lokasi dengan bersabar-sabar sampai satu setengah lebih. Luar biasa ! Bisa dibilang demikian, karena saat keluar dari lokasi ini, lengkingan adzan ashar sudah mulai terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Hal itu menunjukkan waktu sekitaran pukul 15.00 WIB.
Dalam pikiran ini terbayang, "adakah hal ini menggambarkan bahwa mentalitas bangsa kita, yang berani sabar dan menunggu sebuah kepastian, kendati harus mengorbankan waktu yang sangat boros...?"
entahlah, hal yang terpikir dalam benaknya, "akankah hal ini menjadi satu sikap baik dari bangsa ini. ??" sebuah pertanyaan, yang belum dijawab langsung saat itu. Hanya saja, sempat terbersit, 'jangan-jangan di sinilah, kita salah tempat dalam meletakkan kesabaran, sehingga malah melahirkan sebuah penderitaan..!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H