Akhir Ramadhan ditutup dengan kewajiban membayar zakat. Â Sebagian besar umat Islam, lebih mengartikan zakat fitrah sebagai upaya pemaksimalan upaya pembersihan jiwa dan raga seorang muslim. Pemaknaaan serupa itu, tidak keliru. Pemaknaan ini sudah benar. Namun mungkin, pemaknaannya kurang mendalam. Setidaknya, demikianlah dalam pandangan kita saat ini.
Mengapa demikian ?
Bila dicermati secara seksama, khususnya dari rangkaian kegiatan Ramadhan selama satu bulan penuh ini, upaya pembersihan jiwa itu sudah dilakukan sejak awal. Misalnya, tradisi munggahan, praktek shaum, atau shalat dan lain sebagainya, semua itu adalah praktek penyucian jiwa. Lantas, apa makna zakat yang dikeluarkan di akhir Ramadhan ini ?
Di sinilah, kita menemukan dan merasakan, bahwa ibadah zakat fitrah bukan sekedar menyucikan jiwa, melainkan upaya menyempurnakan kesucian dan kebersihan pribadi seorang muslim dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Untuk menjadi pribadi yang unggul, berkualitas dan bermartabat di sisi Allah Swt atau muttaqin, tentunya membutuhkan upaya dan langkah nyata dan berkelanjutan. Pada tahapan awal, penyucian jiwa (tazkiyatun nafs). Pada tahapan ini, seorang yang berpuasa disadarkan kembali bahwa ampunan Ilahi itu, hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa dengan Ikhlas dan dilandasi nilai-nilai keimanan (imanan wahtisaban). Manfaat shaum ada efek sehat, bersih tubuh, cerah kulit dan lain sebagainya adalah hadiah. Sehat jasmani adalah kebutuhan, tetapi bukan tujuan dari ibadah puasa Ramadhan. Motivasi dan landasan pokok praktek ibadah itu adalah tetap imanan wahtisaban.
Tahapan kedua, penyucian harta (tazkiyatul maal). Pembudayaan infaq, shadaqah, dan juga zakat merupakan stimulasi untuk membangun kebiasaan dalam berbagi secara ekonomi. Hal ini dilakukan, karena Islam mengingatkan kepada umatnya, bahwa diantara sebagian harta kekayaan kita, ada hak atau bagian orang lain. Hak orang lain itu, harus dikeluarkan, baik secara periodic (tahunan) maupun tentative (sesuka rela si pemiliknya).
Ketiga, penyucian ruh (tazkiyatur ruuhi). Perburuan malam qadr merupakan bagian Istimewa di akhir Ramadhan. Mereka yang melakukan upaya perburuan malam qadr, pikiran, perasaan dan tindakannya diarahkan untuk bisa menemukan malam kemuliaan atau malam keberkahan (lailatul qadr). Tidak ada tujuan dan target lain, kecuali mendapatkan keberkahan Ilahi, melalui pertemuannya dengan malam kemuliaan.
Bila dikaitkan dengan praktek ibadah Ramadhan, praktek perburuan malam qadr ini, merupakan wujud nyata dari seseorang yang memusatkan perhatiannya hanya untuk Allah, dan hanya berbakti kepada Allah Swt. Inilah proses penyucian ruuh, bukan sekedar jiwa atau emosi saja, melainkan penghadapan ruh kepada Allah Swt semata.
Terakhir, yang menarik lagi, penutupan Ramadhan itu, adalah diakhir dengan zakat fitrah yang dibagikan kepada sesame, dan shilaturahmi dengan sanak saudara. Hal ini menajamkan dan menyempurnakan spiritualitas dan religiusitas seorang muslim itu, pada dasarnya adalah kehidupan nyata.
Zakat adalah simbol ekonomi. Kesalihan diri perlu ditopang dan diwujudkan dalam bentuk kepedulian nyata dan ekonomi kepada sesama. Dengan zakat, diharapkan perbedaan latar ekonomi tidak menyebabkan centang perenang antara satu kelompok dengan kelompok lain. Di hari idul fitri, semua orang bisa merasakan, dan bisa saling menunjukkan kebahagiaan.
Lebaran, bersalaman, atau mudik adalah simbol dan praktek sosial. Melalui kegiatan ini, kita semua dihadapkan pada kenyataan bahwa sebening apapun jiwa dan ruh kita, pada ujungnya adalah membangun kerukunan, kebersamaan dan keharmonian sosial di tengah Masyarakat. Â Inilah yang kita maksudkan penyucian-perilaku sosial.