Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Jalan Kehidupan

21 Maret 2024   04:07 Diperbarui: 26 Maret 2024   04:35 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susur Jalan (sumber : pribadi, bing.com) 

Pagi ini, ku harus antar jemput anakku yang pertama. Maksudnya untuk bersekolah. Harapannya, dia bisa belajar di sekolah. Di masa penuh keraguan dan ketidakpastian pandemi saat ini, kutitipkan harapan masa depan anak-anak bangsa ke sekolah.

Entah. Apa yang terjadi, dibalik Gedung tempat berkumpulkan ruang-ruang ukuran 8x8 m. di sana ada sejumput benih harapan, tengah berniatkan diri untuk belajar, dan mempelajari kehidupan. Disana, anak-anak polos sedang belajar apa yang diceritakan sang Guru, dan juga belajar mengenali diri, dan percikan masa depannya.

Untuk sebuah harapah itulah, pagi it uku antar jemputkan anak ke sekolah, dengan harapan bisa belajar. Ya, harapannnya bisa belajar.

Tidak terlalu jauh memang. Sekolah itu tidak terlalu jauh, namun mimpi dan harapan anakku, rasanya lebih jauh dari posisi sekolahnya saat ini.

Tidak terlalu lama belajarnya, tetapi butuh waktu yang cukup untuk mengenali diri dan lingkungan, guna bisa hidup eksis di masa depan.

Tidak terlalu banyak yang didapatnya, tetapi, ada setitik harapan, bisa menerangi gelapnya masa depan, yang belum bisa diterka.

Perjalanan itu, menelusuri gang, dan jalan-jalan.  Tampak sudah, bukan hanya kami seorang diri, namun banyak orang yang memanfaatkan jalan-jalan untuk kebutuhan hidupnya masing-masing.

 Termenung sesaat.

Setiap jalan, seburuk apapun kondisinya, ternyata, cukup banyak orang yang menaruh harapan untuk segera sampai ke tempat tujuannya. Untuk bisa sampai  ke masa depannya.

Di setiap ruang, sesempit apapun ruangnya, masih banyak orang yang berharap bisa memanfaatkannya untuk menyalip kesempatan dalam meraih cita dan mimpinya.

Tidak selamanya rute jalan itu lurus. Ada beloknya. Malahan, tidak semua belokan, ada lanjutan jalannya.

Tidak semua jalan itu, rata, ada naik atau turunya. Tidak semua jalan naik-turun, kondisinya dalam keadaan rata.

Mungkin jalan bukan kehidupan, tetapi kehidupan memiliki jalannya. Jalan kehidupan dengan keunikan dan karakternya sendiri

Di jalanan, kita sekedar pengguna, sementara dalam kehidupan, kita adalah penumpang, sekaligus penggunanya.

Gerak langkahnya, mengikuti alur jalan, tersedia. Manusia sekedar wayang-gerak, pengikuti jalan. Dinamikanya, lebih bersifat subjektif, pengalaman dirinya dalam mengartikan hiruk pikuk jalanan yang terlewatinya.

Jalan fisik, sudah nyata. Kaku dan baku. Pejalan menggunakan kaki dengan kecepatan dan maksudnya sendiri. Pengendara menggunakan jalan untuk tujuannya dan maksudnya sendiri. 

Perbedaan kendaraan bukanlah, perbedaan tujuan, melainkan berbeda maksud dan orientasi hidupnya saja, pejalan kaki dan pengendara, bisa jadi tujuannya sama, hanya nafsu dan gengsi sosiallah, yang kemudian membedakan perbedaan cara dalam menempuh jalan dan perjalaan itu.

Keberhasilan, lebih disebabkan karena ketekunan kita dalam menggerakkan langkah menuju tujuan, bukan kendaraan  yang digunakannya. Kendaraan yang digunakan, mungkin dapat membedakan waktu kecepatan sampai ke tujuan, tetapi tidak mempengaruhi kualitas hasil tujuannya.

Jalanan sudah ada sebelum manusia hadir. Sementara kehidupan, kehadirannya bersamaan dengan kemanusiaannya itu sendiri. Ada jalan kehidupan, ada kehidupan. 

Setiap jalan ada kehidupannya.

Setiap kehidupan ada jalannya.

                                                                                                                                                                                                                             Bandung, 9 Nov 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun