Sebut saja, di sebuah lembaga pendidikan di negeri Konoha. Seorang pemimpin, yang ditunjuk oleh Raja, untuk memimpin sekolah tersebut.Â
O, iya, nama sebutan sekolah itu banyak sekali di negeri ini. Ada yang berafiliasi pada agama, organisasi kemasyarakatan, atau milik negara yang biasa di sebut sekolah negeri.Â
Pemimpin tersebut, biasa. Seperti yang lainnya, memiliki tugas yang tidak jauh berbeda, yaitu mengelola lembaga pendidikan itu, dengan maksud dan tujuan, supaya layanan publik bisa terlaksana dengan baik. Itulah tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Walaupun mungkin, kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakatnya, bisa dievaluasi oleh masyarakat, bisa lebih dan bisa juga kurang.
Satu hari Raja Singa ngajak bicara. Membicarakan kepada tim intinya. "ada rencana, guru mutasi ke dalam. Kelihatannya dia harus diamankan. Dia adalah titipan salah satu pejabat di kerajaan itu..". Kebetulan yang hadir itu, ada kancil, buaya dan kucing, dan burung hantu. Seperti biasa, sang burung hantu, diam seribu basa, walaupun sembari menampakkan wajah garangnya dan seramnya.
"kalau saya, ikut saja. Bagaimana baiknya kebijakan pimpinan di sini..." ungkap sang kucing. Petugas sekolah yang memang, terjebak pada kebutuhan pribadi. Sesering pimpinannya ngasih makanan, sesering itu pula, dia taat dan patuh kepada pimpinannya tersebut. Dia, termasuk pejabat pendukung kuat sang pimpinan. Kucing itu kerap memainkan posisi sebagai buzzernya Raja Singa, di era milenial ini.
Sementara sang Buaya berujar, "dengan tegas, kenapa tidak diusir saja dari hutan ini.." ungkapnya, "dia akan membuat lingkungan kita dihinggapi masalah..". Â Pandangannya itu, disampaikan sembari memberikan ilustrasi yang kelihatannya, semua orang perlu memikirkannya.
"ada manfaatnya, menerima titipan raja itu.." ungkap Buaya, "bila kita mampu memanfaatkannya dengan baik, dan bisa memberikan advise kepadanya, dia bisa dimanfaatkan dan dimintai bantuan untuk menjadi corong aspirasi kita kepada Sang Raja...". paparnya, "tetapi, bila kita gagal dan tidak mampu menunjukkan karakter asli kita, banyak orang di negeri kita ini, akan terjebak takut oleh aura-raja yang nempel di wajah orang tersebut. Ujung-ujung, kita gamang memberikan tindakan tegas kepadanya, bila dia melakukan tindakan indisipliner. Ketakutan itu, karena kita khawatir  dia akan menggunakan kekuasaan pengaruh sang Sang Raja untuk menekan kita.."Â
Penjelasan yang menari, dan sikap yang tegas disampaikan sang Buaya. Buaya memang tidak pandang bulu. Apapun, yang lewat dihadapannya, bisa saja, jadi santapan pagi, siang atau sore. Selain itu, sikap kritisnya juga, tidak bisa diabaikan oleh banyak pihak. Ketegasan sikap dalam memberikan argumentasi, jelas dan tegas, dibanding dengan si Kucing atau Burung Hantu.
Ah, si Burung Hantu, hanya pengamat saja. Â Kelihatannya, dia itu, sekedar menggerakkan kepala sambil nengak-nengok, atau bulak belok ke kanan ke kiri. Mungkin dia lagi nyimak, atau mungkin juga lagi mengamati situasi. Â Belum ada informasi terkait dengan sikapnya seperti itu.
"persoalan utama kita, .." Kancil membuka mulutnya, "bukan soal tolak atau terima saja..". selanjutnya dia berkata, "Ada situasi lain, yang harus dipikirkan bersama. Saya merasa yakin, bahwa masih banyak pejabat kerajaan ini, yang berpikir bijak. Artinya, kalau kita memberikan pandangan yang argumentatif, sesuai dengan data yang kita miliki, rasanya, mereka akan memahami masalah itu.." tuturnya, agak sedikit panjang lebar.
Mendengar itu, pimpinan sekolah itu, sedikit senyum, namun agak kecut, "tetapi, kalau sudah datang perintah, kita tetap harus melaksanakannya..".