Dari konteks ini, kita menemukan inspirasi penting, bahwa hasrat, birahi, atau libido, baik dalam pengertian seksual, kekuasaan, ekonomi, atau apapun juga, bila tidak dapat dikendalikan, akan menyebabkan pemiliknya melanggar etika, atau tata-tertib, norma atau kepatutan yang tumbuhkembang di masyarakat.
Seorang pemimpin, dengan hasrat kekuasaan yang menggebu, namun hilap terhadap etika, peraturan atau norma hidup, maka dia akan dengan kekuasaan dan kekuatannya, merebut istri-istri orang dari tangan pemiliknya. Gambaran itu, menunjukkan gejala perampokkan kekuasaan oleh satu orang kepada orang lain.
Mungkin ada yang bertanya, bagaimana jika yang dilakukannya itu, dengan cara halus, dan lembut, sehingga si pemiliknya bisa menunjukkan kerelaan untuk menyerahkan miliknya kepada sang penguasa tersebut ? misalnya, sang Dasamuka bisa merayu dengan kekuatan diplomasinya, sehingga bisa mendapatkan keinginannya dengan cara mengambil hak orang lain dengan cara sukarela ? nah, dalam kasus seperti ini, pelacuran terjadi dengan mengorbankan sang istri.
Hasrat dan gairah meningkatkan nilai kenikmatan dalam menjalani sesuatu. Â Keintiman akan memiliki makna yang mendalam bagi seseorang, bila diimbuhi oleh hasrat dan gairah. Transaksi keintiman tanpa kegairahan, akan kehilangan makna dan kedalaman makna. Transaksi dalam atmosfer keterpaksaan, hanya memuaskan satu pihak, tetapi menderitakan pihak lain. Oleh karena itu, sepakat untuk dikatakan bahwa kegairahan dan hasrat itu merupakan energi hidup dan kehidupan bagi manusia. namun, perlu mendapat sentuhan kesadaran dan penalaran sehingga bisa berjalan di koridor yang semestinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H