"iya, Pak, sekarang sudah mulai banyak remaja jompo di kelas kita.." ucap seorang anak, saat berbincang di pagi hari itu.Â
Pagi kita, tidak sengaja, ngobrol-ngobrol dengan sejumlah peserta didik di sela-sela proses pembelajaran. Sudah jadi kebiasaan, bila tugas belajar sudah selesaikan dilaksanakan, kemudian peserta didik diajak berbincang-bincang. Seperti serupa itu. Di depan kelas, tak jauh dari pintu masuk kelas sendiri. Secara pribadi, ngobrol bersama dengan anak-anak itu, bukan sekedar refreshing dari rutinitas, tetapi juga mencairkan suasana dengan peserta didik, bahkan dengan obrolan serupa itulan, bisa merasakan dan menemukan pengalaman hidup atau wawasan lain yang mungkin jadi tidak didapatkan di tempat lain.
"apa, remaja jompo...?" tanyaku kepada mereka. Mendengar pertanyaan itu, kemudian mereka malah balik bertanya, seakan meragukan gurunya yang konon dianggap aktif di medsos, tetapi tidak kenal istilah gaul di medsos anak=anak GenZ. "emangnya, apa, bagaimana cirinya..?" tanyaku berkelanjutan.
Satu diantara mereka kemudian bertutur, sesuai dengan pengalaman dan bahasa yang dimilikinya di dunia medsos. "ya.. itu, Pak, masih remaja, tetapi sudah jompo...?" ungkapnya, membuka penjelasan. Kemudian, sambil memperhatikan teman-teman yang lainnya, yang juga hadir di tempat itu, dia menjelaskan bahwa remaja jompo, adalah anak remaja generasi milenial, kendati usia masih belia namun fisik dan kesehatannya sudah kelihatan jompo.
Jika ditelaah ke kamus Bahasa Indonesia, istilah jompo memang dialamatkan untuk orang yang sudah tuas sekali atau  renta, maka tidak mengherankan bila kemudian ada istilah tua renta, dan itulah yang disebut orang sudah jompo. Dengan kata lain, definisi denotasi (kamus) ini, tidak laku untuk menjelaskan istilah yang kita bahas kali ini. Karena, pada dasarnya generasi yang d ibahas ini,  justru adlaah anak usia belia tau masih muda usia. Jadi,  penjelasan alam kamus itu, tidak cocok untuk menjelaskan hal itu.Â
Kendati demikian, Â masih dalam kamus Bahasa Indonesia itu juga masih ada penjelasan lanjutannya, yakni jompo diartikan, "sudah lemah fisiknya " atau "uzur". Nah, mungkin, makna inilah yang relevan untuk dijadikan rujukan dalam menjelaskan istilah remaja jompo. Artinya, remaja jompo, adalah orang yang muda usia namun fisiknya sudah menunjukkan penurunan kualitas, atau uzur, atau sudah lemah fisiknya. Â Dengan fisiknya yang lemah atau uzur itu, maka kemudian anak-anak remaja itu tidak mampu melakukan banyak aktivitasnya secara maksimal,
Mengapa bisa demikian ?
Satu diantara sekian jawaban, yaitu adalah gaya hidup. Gaya hidup remaja jompo, diduga cenderung mager (malas gerak), sehingga kualitas fisik dan kebugaran kurang  terlatih, dan pada ujungnya tidak sehat. Gaya hidup remaja jompo, cenderung gaya hidup kurang tidur. Main bareng (mabar) dengan teman sekelompoknya hingga larut malam, sehingga jam istirahat berkurang drastis, seperti aktivitas besok harinya sudah menanti. Gaya hidup remaja jompo, cenderung mampu menunjukkan aktivitas gerak sekedar pada jari dan mata. Selain itu, fisiknya tidak terlatih aktif.
Bila rangkaian masalah ini, terus dicatatkan secara berurutan, bisa jadi, cukup banyak dan panjang mengenai ragam gaya hidup yang kurang tepat yang dilakukan anak muda GenZ, yang kemudian menyebabkan dirinya terjerembab pada kelompok remaja Jompo. Setidaknya, pengakuan anak-anak di kelas ini, menunjukkan bahwa teman-temannya sudah mulai ada yang menunjukkan indikasi remaja jompo, yakni sering sakit badan, mudah lelah, encok, sakit punggung dan pinggang. Â Ujung-ujungnya sangat tampak, yaitu semangat belajar di kelas amat sangat menurun.
Bila dikaitkan dengan kondisi ini, boleh kita menyebutkan bahwa hadirnya remaja jompo adalah salah satu produk-gagal generasi Z ? bila hal ini adalah sebuah trend yang mungkin tumbuhkembang di tengah masyarakat kita, bagaimana Pemerintah mensikapi hal ini ? atau bagaimana dunia pendidikan merespon situasi ini ? atau bagaimana kalangan orangtua melihat kenyataan anak-anaknya syang sudah seperti ini ?
eh, iya, maksudnya itu, hadirnya produk gagal ini, apakah kemudian bisa juga dialamatkan pada kegagalannya lembaga-lembaga sosial yang tadi disebutkan ?Â
bagaimana menurut pembaca ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H