Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Debat yang Mencerahkan dalam Islam

12 Januari 2024   05:34 Diperbarui: 12 Januari 2024   05:45 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
situasi debat di kelas (sumber : pribadi, image creator, bing.com)

Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.  (Al-Isra'/17:36). Artinya, debat tanpa pengetahuan hasil observasi, pengamatan dan penelaah, masuk dalam kategori perdebatan yang terlarang. 

Kedua, debat yang baik adalah menggunakan hidayah. Jangan sekali-kali berdepat tanpa petunjuk (wala hudan). Lha, lantas apa yang dimaksud dengan petunjuk ?

Merujuk surah al-Fatihah, yang disebut petunjuk adalah, Bimbinglah kami ke jalan yang lurus,  (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.  (Al-Fatihah/1:6-7). 

Petunjuk atau hudan adalah rambu-rambu, langkah, strategi atau syariah yang mengantarkan kita pada kebaikan atau kenikmatan. Artinya, bila ilmu mengantarkan kita pada sikap atau etika, maka kemampuan kita memahami petunjuk mengantarkan kita pada ketaatan pada aturan, atau syari'ah. 

Aturan yang dimaksudkan itu, adalah aturan yang bisa mengantarkan kita pada jalan kenikmatan. Maka karena itu, al-huda itu dikaitkan dengan cara atau jalan hidup dan kehidupan (shirat). 

Dengan kata lain, perdebatan itu, harus mampu menunjukkan  jalan (hudan atau shirat) pemecahan masalah, bukan sekedar menguari masalah, tetapi memberi petunjuk untuk penyelesaian masalah.

Ada ciri ketiga, dari seorang pendebat yang baik (mujadil ahsan).  Pendebat yang baik adalah pendepat yang paham tentang rujukan ilmiah yang dianutnya. 

Dalam istilah al-Qur'an,  yaitu kitabun munir. Janganlah berdebat tanpa kitab yang jelas (wa la kitabum muniir).  Apa makna praktis dari larangan berdebatan tanpa kitab yang jelas ? satu diantara penafsiran yang bisa kita kemas dan kembangkan, yaitu jangan sampai berdebat tanpa dalil, tanpa nash, atau tanpa referensi yang jelas.

Konsep kitabun muniir, seakan memberi inspirasi tentang pentingnya rujukan  yang terang, atau teori yang jelas, atau paradigma yang tegas, atau dalil yang kuat.

Bila kita mampu menunjukkan hal itu, rasanya, kita akan mampu memberikan sebuah drama perdebatan yang mendidik dan mencerahkan. 

Mungkin demikian, bagaimana menurut pembaca ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun