Dalam ragam konteks, kita sering mendengar ada upaya pembuktian tentang kelakuan seseorang dengan menyandarkan pada ragam jejak digital. Contoh-contoh yang dilakukan masyarakat, misalnya, untuk pembuktian delik hukum, ada yang menggunakan jejak digital. Â Untuk membuat alat serang kepada lawan politik, bisa menggunakan jejak digital. Atau, untuk menjelaskan sesuatu hal, seseorang pun dapat menggunakan jejak digital sebagai instrumennya.
Tetapi, pernahkah kita tahu, apa yang didapat dari sebuah jejak digital ?
Iya, jejak digital (digital footprint) pada dasarnya adalah kumpulan informasi yang ditinggalkan seseorang di media digital. Â Kumpulan informasi itu, bisa beragam rupa. Ada kumpulan informasi yang mewujud dalam sebuah teks atau narasi, dan ada pula yang merupakan data algoritmis yang pernah dilakukan seseorang.
Untuk sekedar contoh. Seseorang bisa diketahui kebiasaan dan pembiasaannya, dengan melihat histori dari sebuah media sosialnya. Pagi hari melakukan apa, siang hari ngapain, dan sore harinya melakukan apa. Dengan melihat histori tersebut, maka secara tidak langsung, dapat dibaca dan terbaca kebiasaan hariannya, melalui data-data yang ditinggalkan dalam algoritma digitalnya. Bahkan, Â kita semua akan kaget, bila karena kebiasaan itu, kemudian ujug-ujug muncul sebuah iklan atau informasi kiriman dari dunia digital sesuai dengan kebiasaan dan pembiasaan itu. Mengapa ?
Itulah jejak digital. Jika seseorang pernah melakukan 'klik' mengenai sesuatu hal, apapun itu, maka secara digital akan dicatatnya sebagai jejak digital. Maka, kemudian, secara algoritmis dunia digital akan mencatatanya sebagai kebutuhan, dan kemudian akan dikirimnya ragam iklan yang terkait dengan informasi yang pernah di kliknya tersebut.Â
Pada sisi lain, ada juga jejak digital yang merupakan kumpulan informasi. Untuk pembuktian mengenai delik hukum, seseorang bisa menggunakan tangkapan layar terkait dengan kasus, atau menggunakan informasi yang terekam di dunia digital terkait dengan kasus orang dimaksud. Dalam konteks  kedua ini, jejak digital adalah kumpulan informasi-naratif yang ada di dunia digital. Dengan kata lain, informasi digital itu, ada dua jenis,  setidaknya dalam tulisan ini, yaitu informasi-algritmis dan informasi-narasi. Kedua hal itu, sama-sama merupakan sebuah jejak digital.
Jangan heran dengan situasi dan keadaan itu. Karena itulah yang disebut dengan jejak digital !
Eh, tetapi, apakah situasi itu sangat bermanfaat bagi kita ?
Kehadiran jejak digital, sangat bermanfaat. Setidaknya, bermanfaat untuk senantiasa berhati-hati. Karena apapun yang dilakukan di dunia digital, akan terrekam. Rekam digital itu bisa lebih kejam. Karena rekam digital, selain 'terabadikan' di dunia maya, pun akan menjadi konstruks persepsi orang  lain mengenai karakter dirinya.
Melalui media digital, seseorang bisa menciptakan karakter khusus, atau citra tertentu. Citra itu bisa dibaca dan dikenali oleh pengamat sebagai sebuah karakter. Tetapi, ingat, karakter itu lebih merupakan karakter citra, atau persepsi saja. Karena, karakter yang terbentuknya adalah konstruksi persepsi dari kumpulan jejak digital yang dibangun.Â
Ada jejak lain, yang akan menjadi gambaran mengenai karakter seseorang. Jejak yang kita maksudkan ini, adalah karakter sosial (social foot print).  Jejak digital akan membentuk persepsi sesuai dengan informasi digitalnya, sedangkan jejak sosial akan membentuk persepsi seseorang sesuai dengan informasi faktualnya di masyarakat.
Hadirnya sejumlah baligo yang terkait dengan informasi dan promosi kandidat, baik kandidat presiden maupun kandidat wakil rakyat, adalah kumpulan informasi yang bisa membangun citra seseorang dibenak masyarakat. Bisa jadi, hal seperti itu, lebih merupakan jejak digital seseorang melalui media informasi tersebut.
Tetapi, sadarkan kita, bahwa kehadiran kita, bukan sekedar ada di dunia maya, dan bukan hanya didunia digital atau di dunia media sosial. Kehadiran kita, sejatinya ada di tengah-tengah masyarakat. Â Dunia nyata, sebagaimana yang dialami oleh masyarakat di sekitar kita akan memberikan persepsinya tentang diri kita, sesuai dengan jejak sosial yang kita tinggalkan.
Sayangnya memang, Â kemampuan penyebaran jejak sosial relatif lebih terbatas. Terbatas, karena sebaran pemahaman mengenai jejak sosial, lebih banyak dimiliki oleh orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya. Sedangkan, jejak digital, bisa menyebar luas tanpa kendali dan menyebar tanpa mengenali ruang waktu, dan batas geografi. Â Jejak digital bisa dihapus secara elektronik, dan atau disangkal mengenai keasliannya, sedangkan jejak sosial, akan abadi dalam kenangan dan sejarah keadaban masyarakat yang terlibat didalamnya.
Di situlah problemanya, dan itulah daya tarik dan daya rusaknya !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H