Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Sosial dan Digital

2 Januari 2024   05:28 Diperbarui: 2 Januari 2024   05:33 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Imajinasi yang terbentuk(Sumber : pribadi, image creator, bing.com) 

Dalam ragam konteks, kita sering mendengar ada upaya pembuktian tentang kelakuan seseorang dengan menyandarkan pada ragam jejak digital. Contoh-contoh yang dilakukan masyarakat, misalnya, untuk pembuktian delik hukum, ada yang menggunakan jejak digital.  Untuk membuat alat serang kepada lawan politik, bisa menggunakan jejak digital. Atau, untuk menjelaskan sesuatu hal, seseorang pun dapat menggunakan jejak digital sebagai instrumennya.

Tetapi, pernahkah kita tahu, apa yang didapat dari sebuah jejak digital ?

Iya, jejak digital (digital footprint) pada dasarnya adalah kumpulan informasi yang ditinggalkan seseorang di media digital.  Kumpulan informasi itu, bisa beragam rupa. Ada kumpulan informasi yang mewujud dalam sebuah teks atau narasi, dan ada pula yang merupakan data algoritmis yang pernah dilakukan seseorang.

Untuk sekedar contoh. Seseorang bisa diketahui kebiasaan dan pembiasaannya, dengan melihat histori dari sebuah media sosialnya. Pagi hari melakukan apa, siang hari ngapain, dan sore harinya melakukan apa. Dengan melihat histori tersebut, maka secara tidak langsung, dapat dibaca dan terbaca kebiasaan hariannya, melalui data-data yang ditinggalkan dalam algoritma digitalnya. Bahkan,  kita semua akan kaget, bila karena kebiasaan itu, kemudian ujug-ujug muncul sebuah iklan atau informasi kiriman dari dunia digital sesuai dengan kebiasaan dan pembiasaan itu. Mengapa ?

Itulah jejak digital. Jika seseorang pernah melakukan 'klik' mengenai sesuatu hal, apapun itu, maka secara digital akan dicatatnya sebagai jejak digital. Maka, kemudian, secara algoritmis dunia digital akan mencatatanya sebagai kebutuhan, dan kemudian akan dikirimnya ragam iklan yang terkait dengan informasi yang pernah di kliknya tersebut. 

Pada sisi lain, ada juga jejak digital yang merupakan kumpulan informasi. Untuk pembuktian mengenai delik hukum, seseorang bisa menggunakan tangkapan layar terkait dengan kasus, atau menggunakan informasi yang terekam di dunia digital terkait dengan kasus orang dimaksud. Dalam konteks  kedua ini, jejak digital adalah kumpulan informasi-naratif yang ada di dunia digital. Dengan kata lain, informasi digital itu, ada dua jenis,  setidaknya dalam tulisan ini, yaitu informasi-algritmis dan informasi-narasi. Kedua hal itu, sama-sama merupakan sebuah jejak digital.

Jangan heran dengan situasi dan keadaan itu. Karena itulah yang disebut dengan jejak digital !

Eh, tetapi, apakah situasi itu sangat bermanfaat bagi kita ?

Kehadiran jejak digital, sangat bermanfaat. Setidaknya, bermanfaat untuk senantiasa berhati-hati. Karena apapun yang dilakukan di dunia digital, akan terrekam. Rekam digital itu bisa lebih kejam. Karena rekam digital, selain 'terabadikan' di dunia maya, pun akan menjadi konstruks persepsi orang  lain mengenai karakter dirinya.

Melalui media digital, seseorang bisa menciptakan karakter khusus, atau citra tertentu. Citra itu bisa dibaca dan dikenali oleh pengamat sebagai sebuah karakter. Tetapi, ingat, karakter itu lebih merupakan karakter citra, atau persepsi saja. Karena, karakter yang terbentuknya adalah konstruksi persepsi dari kumpulan jejak digital yang dibangun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun