Ungkapan-ungkapan polos, bahkan kerap diimbuhi dengan kalimat rayuannya , "buat belajar...". Sebagai penyimak, kita tidak tahu, apakah ungkapan itu benar-benar keluar dari sanubari, atau lebih disebabkan ingin mendapatkan prompt-gratis, mudah, tidak pakai ribet, kemudian mendapatkan hasil yang maksimal dari pembuat-pertama tadi.
Ada sebagian diantara kreator digital yang gatal. "gimana sih, minta melulu...", ungkapnya, "bayar, doong..", katanyanya lagi, "kita juga di sini, tidak gratisan, pakai kuota..."
Sampai pada point ini, muncul kembali pertanyaan, apakah hasil karya AI, atau karya digital itu, bisa diklaim sebagai milik pribadi, dan kemudian bisa dikomersialiasi ?
-o0o-
Sebelum kita masuk ke dunia digital yang kompleks seperti hari ini, kita sudah terbiasa dengan perangkat teknologi lain, yang juga turut membantu aktivitas kita.
Praktek kecil, kita memiliki alat foto copy. Dengan alat fotocopy, kita bisa menggandakan gambar, atau tulisan dengan cepat, dan kemudian, karya fotocopyan itu, dijualbelikan.Â
Bisa jadi, ada yang berkata, yang dijual itu adalah kertas, atau tintanya. Â Namun, hal yang pasti, jasa pengerjaan karya itu, pun kita sudah maklumi dan bisa dihargai, sehingga jasa fotocopyan sampai hari ini, menjadi pekerjaan rutin. walaupun, kini sudah mulai redup.Â
Kemudian, alat yang lebih jadul, tetapi lebih canggih dari fotocopyan, yaitu camera. Kamera digunakan untuk memotret banyak hal.Â
Hasilnya sangat jelas, ada profesi jurnalis yang memanfaatkan teknologi fotografe, ada juga fotografi yang profesional untuk acara pernikahan, atau perhelatan yang lainnya. Hasil karyanya, dijadikan komoditas untuk dikomersialisasi.