Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Adakah yang Disebut Geografi Kritik?

14 Desember 2023   05:13 Diperbarui: 14 Desember 2023   05:43 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pribadi, image creator, bing.com

Saat berdebat,  pertanyaan yang kerap muncul, adalah "kalau bicara, kamu harus ingat, kita ini bangsa Timur, harus tahu sopan dan santun?"

Bahkan, tidak kalah menariknya juga, yang kemudian  memberikan komentar kritis terhadap sikap emosional dari peserta debat.  Ada yang pro, dan ada pula yang  kontra. Ada yang menganggapnya biasa, dan ada pula yang menilainya sebagai sesuatu yang  keterlaluan.

Adab ketimuran, kerap dijadikan dalil, khususnya dulu di zaman Orde Baru, terkait pentingnya mengedepankan adab dan kesantunan dalam melakukan kritik atau koreksi. Sehingga kemudian, menyebar ide atau gagasan mengenai pentingnya 'kritik yang membangun", "kritik yang tetap menjaga adab",  "kritik yang bertanggungjawab", atau kalimat lain yang sejenis dengan itu. 

"ingat, kita bukan orang Barat, bukan orang liberal, yang bicara sesuka hati.."

Ah, bisa jadi, masih banyak istilah lain, yang biasa dan dibiasakan muncul sebagai kritikan balik kepada seseorang yang suka menjadi kriik. atau lebih praktisnya, kepada seseorang yang memosisikan diri sebagai oposisi kepada pemerintah, penguasa atau pimpinan di perusahaan.

Seseorang yang kemudian dianggap melanggar terhadap etika yang ditetapkan sepihak oleh penguasa itu, kemudian dijadikan landasan untuk mengeliminasi orang dari lingkaran 'kekuasaan' atau kelompoknya. Dalam bahasa birokrat di era otoriter, orang yang melanggar aturan itu, kalau tidak bisa "DIBINA", ya,'DIBINASAKAN" kewenangannya.

Lanjutan dari kondisi inilah, kemudian memancing pemikiran, bila demikian adanya, apakah ada yang disebut geografi-kritik ? apakah benar, bahwa budaya kritik  itu berbeda antara satu daerah dengan daerah lain ? atau, apakah ruang-budaya yang satu memiliki pengaruh nyata, terhadap kualitas dan karakter kritik ? atau lebih tepatnya, apakah kondisi geografi mempengaruhi pada budaya kritik. sehingga orang menyebutnya kita ini adalah orang Timur, dan mereka adalah orang Barat, atau kita ini orang Selatan mereka adalah orang Utara, maka jaga kesantunan dalam berbicara ?

Tanpa harus menjawab langsung, terjadap sejumlah pertanyaan tadi, bagi  mereka yang menyaksikan acara debat Presiden yang pertama, akan mendapatkan pengalaman intelektual yang unik, mengenai kemampuan berdebat.

Diakui atau tidak, mereka yang memiliki pengalaman dalam dunia akademik, bahkan, dapat dikategorikan sebagai akademisi, akan memiliki keajegan intelektual, dan pola pikir yang sistematis. Hal ini, bisa jadi, adalah hal biasa, dan karena terbiasa di dalam kampus. Rasanya, mereka-mereka yang memiliki pengalaman akademik dan pengalaman intelektual yang mumpuni akan mampu menunjukkan hal serupa ini.

Berbeda halnya, dengan mereka yang dibesarkan dalam dunia politik. Politis praktis, akan berbeda dengan pakar politik. Pakar politik kemampuan analisis yang mendalam, akan terasa sangat kuat. Sedangkan politisi praktis akan memainkan pengalaman praktis sebagai politisi sebagai dalil argumentasi, dan kemampuan retorika dalam menuturkan sebuah narasi.

Bahasa diplomasi seorang politisi akan terasa sangat kuat, dan bahkan, bisa jadi, terminologi bersayap, akan dijadikan andalan dalam menjelaskan ragam masalah yang dianggap kontroversi atau sensistif, dengan harapan, para pendengar, semua lapisannnya dianggap dapat terayomi.

Hal berbeda dengan mereka yang terbiasa dibirokrat. Kelakuan kesehariannya, yang diselimuti dengan peraturan perundangan dan birokrasi, akan cenderung kaku dan  baku dalam menarasikan ide atau gagasannya. Normatif dalam berpikir, dan prosedural dalam bertindak.  Pengalaman seperti ini, rasanya akan sangat terasa pula, dari mereka yang memiliki latar belakang sebagai aparatur keamanan dan pertahanan.

Apakah satu diantara karakter itu, akan memiliki keunggulan dari yang lainnya ? tentunya, ya, Tetapi, satu diantaranya karakter itu pun, masih tetap memiliki pasarnya masing-masing. Artinya, orang yang praktis, akan sulit menalar hal-hal akademis, dan orang-orang akademis, akan merasa tidak tertarik dengan narasi normatif, dan tidak strategis dalam memecahkan masalah. Paradok sosialnya sangat jelas, orang yang mengedepankan kesantunan, bisa jadi melihat orang yang akademis sebagai satu kesombongan intelektual, dan kalangan "akademisi" akan melihat kesantunan sebagai ketidakbebasan intelektual.

Merujuk pada pengalaman dan pengamatan itu,  kita bisa melihat gambaran bahwa argumentasi itu tergantung pengalaman intelektual, dan pengalaman hidup, sedangkan etika lebih terkait dengan kebiasaan interaksi dengan orang lain. Dua hal yang berbeda, walau kadang saling berkaitan. Kesopanan atau kesantunan, lebih mengarah pada cara penyampaian, sedangkan cara penalaran adalah kemampuan intelektual. 

Dengan paparan seperti ini, jelas dari perhelatan debat pertama, debat kali ini pun, sudah melampaui batas geografi. Dari perdebatan itu, batas geografi sudah terlampaui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun