ketiga, Â kegagalan elit akademik dalam menjelaskan ketangguhan vaksin kepada masyarakat. Bisa jadi, prasangka tidak independen akademisi dalam menjelaskan vaksinasi, dan atau aura-kuasa pemerintah yang cendeurng kuat, dibandingkan keilmiahanya, sehingga opini-ganda (second opinian) di tengah masyarakat, khususnya di medsos, tidak bisa diklarifikasi oleh elit akademik. Ujung dari kondisi ini, adalah menduanya pemahaman masyarakat terhadap program vaksinasi. Â
Terakhir, tekanan pemerintah yang memberikan 'ancaman pidana' kepada masyarakat, memberikan aura, bahwa vaksinasi hanya satu-satunya jalan keluar dari pandemi. Â Pada saat ada kegaduhan, karena ada efek samping dari vaksinasi, akan menjadi serangan balik kepada Pemerintah.Â
Logika sederhanya, jika diwajibkan, maka hasil hendaknya diPASTIKAN, dan tidak ada peluang error. Bila ada peluang error, maka kejelasan dan penjelasannya perlu dikedepankan, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap makna dan maksud dari kebijakan pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H