Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia Ibarat Botol Kosong, tetapi Siswa Bukan

21 Oktober 2020   04:24 Diperbarui: 21 Oktober 2020   05:03 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu ada perubahan sikap dari kita sebagai tenaga pendidik di zaman ini. Saya setuju, bahwa dalam teori psikologi, manusia diibaratkan botol kosong, atau tabula rasa. Hadir dalam keadaan fitrah, dan siap di isi oleh lingkungan dan dunia pendidikan, dengan warna dan aroma yang diberikan kepadanya. Manusia adalah botol kosong.

Teori dan pemikiran seperti ini, sudah umum dan diyakini sebagai salah satu pandangan dalam psikologi pendidikan, dan psikologi perkembangan. Pandangan ini pun, sudah berkembang dan diyakni sebagai salah satu keyakinan kuat dalam dunia pendidikan. Masalahnya sekarang ini, apakah pemahaman seperti ini, masih bisa dipertahankan ?

Untuk sekedar mengingatkan bahwa John Locke waktu itu, di abas XVII menggunakan konsep tabula rasa itu untuk kepentingan menceritakan posisi dan kualitas manusia saat lahir. Kembali saya ulas, penyataan itu benar, bila diposisikan untuk hipotesis di awal kelahiran manusia. Awal kelahiran manusia adalah ibarat botol kosong, tidak membawa sesuatu apapun. 

Sekali lagi, apakah dengan demikian, pemikiran serupa itu, relevan dengan kita, yang tengah berprofesi sebagai tenaga pendidikn, dan kemudian berada di hadapan anak di depan kelas ?

Sudah tentu jawabannya tidak. Ada di depan kita, saat mereka duduk di bangku pendidikan, mereka bukanlah botol kosong. Terlebih lagi di zaman modern seperti hari ini. Setiap hari, anak-anak kita mengakses ragam informasi dan kemudian menyerap dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, saat mereka hadir di depan kita di depan kelas, anak-anak kita sesungguhnay sudah berisi. Botol isi, dan bukan botol kosong !

Lantas apa yang harus dilakukan ?

Jawabannya, ya perlakukan anak sebagai botol yang berisi. Kalau sudah berisi penuh, dan kemudian kita mengisi hal-hal yang tidak perlu, maka dia akan meluap ke  luar.  akan tertolak oleh nalar anak.

Hal yang perlu dicermati, asupan ke dalam botol itu, mungkin masig serabutan. Andai ada yang kotor maka bersihkanlah, andai ada percampuran maka pisahkanlah. Di sinilah peran guru di era modern.

Eh, malahan, kalau dalam batasan tertentu, malah kita lah yang kosong botolnya, maka hargailah posisi dan kemampuan anak itu, untuk berbagi isi, baik dengan sesama anaknya, atau kita yang menjadi fasilitatornya..!

Inilah ekologi pendidikan di abad modern. Anak kita, di dalam kelas adalah peserta didik, tetapi kemampuannya bisa jadi, ada sisi lain yang lebih dari kemampuan kita ! hargai dan berdayakan !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun