Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suara Orangtua "Tatap Muka Dong!" Gimana Responnya?

21 Juli 2020   16:38 Diperbarui: 21 Juli 2020   16:34 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
riaupos.jawapos.com

Dalam minggu-minggu terakhir ini, sudah mulai ramai bermunculan, khususnya di medsos, yang menyampaikan pesan mengenai keinginannya, untuk bisa mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. 

Tatap Muka. Itulah harapan singkat dari suara-suara tersebut. Suara, yang bisa jadi, sebagian orang, dan bisa pula, cukup mewakili suara banyak orangtua, terkait dengan suasana pembelajaran jarak jauh, atau yang disebut Belajar Di Rumah (BDR).

"bisa ga, anak-anak masuk sekolah dan melaksanakan pembelajaran tatap muka?" saran dari beberapa orangtua, menanggapi situasi BDR atau PJJ saat ini. Sebuah aspirasi yang memiliki posisi dilematis dan simalakama yang sangat berat untuk diambil pilihan.

Fenomena atau permintaan orangtua tersebut, memang memiliki banyak alasan. Mulai dari biaya BDR yang cukup besar, budaya belajar yang kuat kondusif, disiplin belajar yang kurang baik di kalangan anak, dan prestasi belajar yang dianggap kurang terukur, serta pembelajaran yang relatif monoton, dan lain sebagainya. Cukup banyak alasan yang bisa disampaikan dan dikemukakan orangtua terkait harapannya itu.

Namun demikian, harapan itu, direspon beragam pula oleh pihak-pihak terkait. Misalnya, ada yang menganggap bahwa harapan orangtua itu, lebih merupakan bentuk dari kefrustasian atau diluar batas kesabaran orangtua dalam membimbing anak-anaknya BDR. "Kan, tidak semua orangtua bisa membimbing belajar anak di rumah!", pekiknya dengan suara lantang. 

Dengan alasan itu pula, maka, usulan dan pemikiran itu, lebih merupakan sebuah reaksi emosional dari orangtua, yang sudah merasa tidak sanggup untuk melakukan pengawasan terhadap proses pembelajaran anak di rumahnya !

Pada sisi lain, ada pula yang melihatnya, bahwa reaksi itu merupakan bentuk kecemburuan terhadap kebijakan Pemerintah. Pada satu sisi,  mall, pasar, dan supermarket, sudah diizinkan  untuk dibuka.  Sementara, sektor pendidikan, khususnya sekolah, belum diizinkan untuk melaksanakan tatap muka.  kebijakan ini, dianggap tidak  realistis oleh sebagian orangtua. 

Ada juga yang memberikan penilaian, bahwa pandangan orangtua itu, merupakan bentuk kedangkalan pikiran dan pemahaman terhadap resiko dan bahaya dari Covid-19. 

Ditutupnya sekolah, tidak diartikan sebagai bentuk kecintaan negara dan bangsa terhadap anak bangsa, melainkan lebih dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dalam kebijakan AKB di Indonesia. Sejatinya, pemerintah bersikeras tetap menahan sekolah untuk tatap muka, lebih merupakan bentuk penyelamatan terhadap kesehatan anak-anak negeri ini !

Adaptasi Kebiasaan Baru adalah sebuah konsep dan gaya hidup yang belum bisa dikembangkan secara maksimal. Protokol kesehatan, merupakan prinsip hidup yang belum membudaya. 

Jangankan di kalangan anak sekolahan, untuk kalangan dewasa pun, cenderung masih abai terhadap hal-hal yang dianjurkan, dan dianggap bisa menyelamatkan kita dari ancaman bahaya Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun