Belakangan ini ramai di media sosial, banyak non muslim yang memborong takjil. Mereka mengungkapkan kesenangannya dengan cara yang kreatif dan unik. Banyak diantaranya bahkan memparodikan aksi mereka, sehingga penonton tertawa dan merasa bahagia.
Sejenak saya berpikir, wah ternyata non muslim juga ngiler pingin cobain takjil. Meskipun mereka tidak berpuasa. Karena sama-sama orang Indonesia, tentu saja mereka pasti juga doyan kuliner khas Indonesia. Jadi tidak heran mereka pun ikut-ikutan memborong takjil.
Laris Manis Penjual Takjil
Di Indonesia saatv ramadan bertebaran pedagang dadakan yang berjualan takjil. Bisa kita lihat orang-orang ramai berjualan aneka makanan dan minuman itu di berbagai tempat. Malah banyak yang sampai ke pinggir jalan.Â
Bagi yang rumahnya tepat di pinggir jalan besar, itu merupakan suatu keuntungan tersendiri. Mereka bisa berjualan takjil tepat di halaman rumahnya. Tentu karena masyarakat Indonesia sebagian besar umat Islam, berjualan takjil menjelang berbuka menjadi keuntungan tersendiri. Katanya malahan bisa mengantongi hingga jutaan rupiah per hari.
Di Palembang sendiri, penjual takjil berjualan banyak camilan yang beraneka ragam. Bahasa Palembangnya takjil adalah bukoan. Ada yang rasanya manis, ada pula yang asin. Yang manis, kebanyakan kue dan jajanan pasar. Sementara itu yang asin, bisa saja makanan berat seperti martabak, gado-gado, dan lain - lain.
Dalam sebuah video di Tiktok, aku juga melihat bahwa ada penjual non muslim ikut berjualan takjil. Yang mengesankan, sang penjual merupakan seorang biarawati dari caranya berpakaian. Netizen pun heboh mengomentari hal tersebut.Â
Beberapa netizen menyarankan agar sang penjual tetap memerhatikan kehalalan takjil yang dijual. Lalu ditimpali oleh netizen non muslim bahwa umat Islam tak perlu khawatir. Soalnya seorang biarawati pastilah tahu dan telah belajar soal aturan kehalalan bagi muslim sebelum memutuskan berjualan takjil.Â
Berkah Ramadan Rahmatan Lil Alamin
Ternyata kisah non muslim yang membeli takjil juga dirasakan oleh mimi (sebutanku untuk mama). Beberapa kali saat membeli takjil, mimi bertemu dengan non muslim. Mereka pun sempat saling bercanda sembari menunggu antrian. Mendengar cerita mimi, aku mengomentari bahwa hal yang normal jika non muslim membeli takjil, asalkan tetap bayar makanannya sesuai harga.
Dari kedua fenomena di atas, kita dapat berkaca bahwa bulan ramadan itu penuh dengan keberkahan. Tak hanya bagi umat Islam saja, tetapi juga bagi non muslim. Semuanya berbahagia menyambut bulan ramadan. Umat non muslim pun bisa ikut berburu takjil, bahkan menjadikannya parodi di media sosial.
Yang menjadi masalah ketika ada muslim dewasa yang ikut tidak berpuasa di bulan ramadan. Melanggar perintah tanpa ada alasan syar'i. Padahal dia tahu hukum berpuasa ramadan itu wajib. Malah kedapatan masuk warteg atau restoran di siang hari. Fenomena seperti ini ada di mana-mana. Bisa kita saksikan sendiri kalau sedang berpergian.Â
Tentulah hal seperti ini tidak bisa dibenarkan. Selain menjadi dosa pribadi, ini juga tidak layak dicontoh bagi generasi muslim penerus. Bisa-bisa kalau dibiarkan, makin banyak anak muda yang tidak mau berpuasa. Alasannya boleh bermacam-macam. Tapi yang paling besar tentu rasa malas karena ketidaktahuan tentang keutamaan puasa ramadan. Â
Tugas kita kalau bertemu orang seperti ini, hendaknya ditegur secara baik-baik. Apalagi kalau orang yang tidak puasa itu sahabat atau kerabat kita sendiri. Soalnya sebagai sesama muslim, kita memiliki kewajiban untuk saling menasihati dalam kebaikan. Jika masih tidak mempan, biarlah itu menjadi pertanggungjawabannya kelak di akhirat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H