Sudah susah payah berdoa namun belum dikabulkan Allah SWT. Seringkali manusia receh sepertiku merasa sedih. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, kita tak akan sanggup menghitung nikmat-Nya.
Manusia memiliki banyak sekali mimpi. Termasuk aku. Ingin jalan-jalan gratis ke luar negeri. Dapat followers jutaaan. Membahagiakan keluarga. Bertemu jodoh impian. Namun belum semua dapat kuwujudkan.Â
Dalam buku "Dream, Du'a, Do" karya Ruzina Ahad disebutkan bahwa kebanyakan mimpi kita masih bersifat keduniawian. Dunia ini memang sedemikian melenakan.Â
Beda jauh jika dibandingkan dengan para sahabat Rasulullah. Mereka menginginkan kehidupan surgawi. Itulah kenapa mereka lantas berlomba-lomba beribadah dan mencari peluang pahala.Â
Akan tetapi dari sisi Allah yang Maha Pengasih, doa yang kita panjatkan tetap dihitung. Satu, sebagai penggugur dosa. Dua, akan dikabulkan sekarang. Tiga, dikabulkan nanti pada saat yang tepat.
Menunggu itu pekerjaan yang membosankan. Pun sering kali rezeki itu datang dari arah yang tidak terduga. Jadi sebaiknya apa yang mesti kita lakukan? Ya, terus saja berdoa. Toh, berdoa itu gratis.
Dampak media sosial, bikin semua orang bisa mengunggah pencapaian masing-masing. Orang lain yang melihat unggahan tersebut, yang memiliki mimpi yang sama, lantas menjadi iri hati atau bersedih.Â
Semua itu sering kali kualami dari waktu ke waktu. Terkadang malah membuat jadi tidak bersyukur. Dengan apa yang sudah kita punya saat ini.Â
Aku yakin banyak yang mengalaminya. Bahkan tak segan melontarkan kalimat yang tak pantas. Hal tersebut bisa kita saksikan lewat kolom komentar. Perilaku netizen Indonesia yang gemar menggunakan akun anonim atau privat.
Jadi solusinya bagaimana? Dari buku itu pula aku mengetahui. Alih-alih iri dengan pencapaian orang lain, mengapa tidak kita menyibukkan diri dengan merajut mimpi-mimpi kita. Maksudnya kita membuat langkah kecil untuk mewujudkan mimpi.