Mohon tunggu...
Firsty Ukhti Molyndi
Firsty Ukhti Molyndi Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Seorang blogger tuna daksa dari Palembang. Memiliki minat tulis-menulis sejak kecil. Menulis berbagai problematika sehari-hari dan menyebarkan kepedulian terhadap kaum disabilitas. Blog: www.molzania.com www.wahkorea.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Tanggapan Disabilitas terkait Debat Capres Tema Inklusi

5 Februari 2024   14:23 Diperbarui: 6 Februari 2024   08:02 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait dengan pendataan e-KTP, solusi tersebut relatif bagus. Memang berdasarkan data Dukcapil, hingga akhir 2022 perekaman e-KTP sudah mencapai 99,37 persen. Sebanyak 199,78 juta jiwa masyarakat Indonesia sudah memiliki e-KTP. Akan tetapi pas pelaksanaan, akan ketemu banyak hambatan. Terutama untuk profiling data disabilitas. 

E-KTP yang sudah tercetak belum memuat informasi mengenai hal ini. Saya pernah mencoba untuk melakukan penambahan data mengenai disabilitas. Soalnya saya melihat informasi di IG Mbak Angkie Yudistia, bahwa disabilitas mesti ke dukcapil terdekat untuk melakukan penambahan data.

Namun pas ke sana, saya malah ditolak dan disuruh pulang. Alasannya karena pihak dukcapil belum memahami aturan penambahan data disabilitas. Saya malah disarankan untuk ke Dinsos biar bisa didata. Padahal saat itu, niat saya ingin menyukseskan program pemerintah terkait data disabilitas. Bukan ingin mendapat bantuan sosial.

Dari pengalaman tersebut, saya berkesimpulan bahwa rupanya masih terdapat koordinasi yang buruk, antara pemerintah dan jajaran di bawahnya. Padahal himbauan penambahan data bagi disabilitas itu sudah diberitahukan. Disabilitas hanya perlu datang ke Dukcapil untuk menyampaikan jenis dan derajat kedisabilitasannya. Tetapi masih tidak ada aturan yang jelas. Pegawai Dukcapil itu mengaku disabilitas biasanya datang ke situ jika ingin merekam e-KTP. Bukan memperbaharui data mengenai disabilitasnya.

Untuk itu, Pak Anies banyak menambahkan ide-ide baru mengenai data disabilitas. Capres nomor satu itu menyarankan untuk membangun data komprehensif lewat kolaborasi. Dinas-dinas terkait berkerjasama dengan dasawisma PKK untuk mendata penyandang disabilitas di wilayahnya. Barulah setelah data tersebut ada, pemerintah akan menyiapkan anggaran.

Mengenai solusi yang diberikan oleh Pak Anies, saya sepakat. Tetapi masih kurang satu, yaitu komunitas disabilitas setempat. Saya sepemikiran kalau para ibu-ibu PKK dan komunitas disabilitas ini lebih mengetahui tentang kondisi daerahnya masing-masing. Sehingga akan memudahkan dalam pendataan profil dan aspirasi disabilitas.

Selain itu, Pak Anies menambahkan kalau bantuan yang diberikan pemerintah bukan berbentuk charity. Melainkan pemenuhan hak asasi. Selama ini memang bantuan sosial untuk disabilitas diberikan dengan tujuan sekadar simpati. Dari pengakuan beberapa teman disabilitas, mereka sering menerima bantuan sosial dalam bentuk sembako.

Pemberian sembako ini memang diperlukan untuk bisa bertahan hidup. Namun bantuan semacam itu tidak bersifat produktif. Malah acapkali menimbulkan masalah baru. Para disabilitas disuruh untuk mengambil sendiri bantuan yang diberikan. Sementara ongkos untuk pergi ke tempat pembagian sembako mahal. Seringnya malah lebih besar daripada harga sembako itu sendiri. Walhasil disabilitas mengeluh dan memilih untuk tidak pergi.

Teman saya mencontohkan, seorang penyandang kursi roda disuruh untuk mengambil sembako seharga Rp. 50.000. Tetapi ongkos pulang-perginya naik mobil online mencapai Rp. 100.000.

Tentu hal ini tidak sepadan. Padahal kebanyakan kaum disabilitas berasal dari menengah ke bawah. Lantas, kenapa bukan pihak pemberi bantuan yang turun langsung menghampiri rumah-rumah para disabilitas tersebut? Mengapa justru disabilitas yang disuruh menemui?

Masalah-masalah seperti ini penting untuk dikaji ke depannya. Di sisi lain, seorang disabilitas kebutuhannya berbeda. Ada yang butuh bantuan modal usaha. Ada yang butuh alat bantu. Ada yang belum bekerja. Ada yang sakit berbaring di rumah saja. Tidak melulu membutuhkan sembako. Ayolah pemberi bantuan, kalian harus lebih kreatif lagi..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun