Berkunjung ke museum sudah ditanamkan oleh ayah sejak aku masih kecil. Mimi, sebutanku pada ibu, sering bercerita bahwa dulu ketika balita aku sering diajak pergi menjelajahi museum. Bahkan ketika aku belum terlalu paham apa itu museum. Kebiasaan ini terus dilanjutkan ayah sampai aku beranjak dewasa.
Aku selalu suka bila pergi ke museum. Di sana aku bisa melihat berbagai barang peninggalan orang zaman dahulu. Membuatku merenung betapa hidup ini sangatlah singkat. Ketika kita meninggal, orang-orang hanya bisa mengenang kita lewat benda-benda tersebut. Meski mereka belum tentu tahu siapa nama dan latar belakang kita.
Memang tidak setiap tahun orangtua membawaku ke museum. Tetapi kenangan itu terus membekas hingga aku dewasa. Sewaktu SMP, aku pergi bersama rombongan sekolah ke museum. Waktu itu aku sudah bisa memahami tentang benda apa yang sedang kulihat di museum. Kisah bersejarah apa yang ada dalam benda-benda tersebut. Â Lewat bacaan, aku tahu bahwa semua benda-benda di museum pernah dibuat oleh manusia di masa lalu. Sesuatu yang mungkin belum kupahami sewaktu aku berkunjung ke sana pada usia yang lebih muda.
Kenyataan bahwa sedikitnya kembalinya generasi milenial yang pernah berkunjung ke museum membuatku sedih. Banyak diantara mereka yang belum pernah dan hanya berkunjung ke museum sekali seumur hidupnya. Hal itu aku peroleh dari seminar museum yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Palembang beberapa waktu lalu. Mantan Kepala Museum SMB II sekaligus budayawan, RM. Ali Hanafiah, yang menerangkan hal tersebut.
Bapak Ali Hanafiah bercerita mengenai perjuangannya dalam mendapatkan benda-benda bersejarah itu dulu. Banyak masyarakat yang masih enggan untuk menyerahkan benda-benda pusaka yang dimilikinya. Malah ada diantara mereka yang meminta imbalan yang tidak sebanding dan cenderung memberatkan. "Mereka ada yang meminta imbalan untuk dibayarkan tagihan PDAM dan telepon rumahnya, " kenangnya sedih.
Sejarah Singkat Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Gedung museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) sendiri sebenarnya merupakan bangunan lama yang sarat akan sejarah. Di lokasi yang sama dulunya pernah dibangun istana tua bernama Kuta Lama, milik Sultan Mahmud Badaruddin I. Pada masa kolonial, terjadi penghapusan Kesultanan Palembang dan istana itu pun dirobohkan.
Usai Perang Dunia II, gedung ini diambil oleh penjajahan Jepang dan digunakan sebagai markas militer. Memasuki masa kemerdekaan, TNI mengambil alih gedung tersebut sebagai markas besar TNI Kodam Sriwijaya. Pada tahun 1984, gedung tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kota Palembang untuk dijadikan museum. Â
Re-branding Museum Ala Milenial
Hadir pula dalam kesempatan itu Yudi Suhairi, selaku perwakilan Bekraf yang juga wong Palembang asli. Ia menjelaskan, konsep re-branding dimulai dari memunculkan identitas karakter dan penempatan museum lewat berbagai ide dan gagasan. Beliau menyebutkan tahapan mere-branding sesuatu dimulai dari melakukan tiga hal; observasi, identifikasi dan perumusan.
Selama ini otak manusia memandang sesuatu dengan lebih realistis. Akibatnya justru menjadi terbatas. Agar ide menjadi tak terbatas, maka kita harus memulainya dari sesuatu yang abstrak. Untuk itu museum tak hanya menjadi tempat rekreasi, namun juga sumber inspirasi dan kebahagiaan.
Generasi milenial kerap memandang sebelah mata keberadaan museum. Mereka cenderung berkutat pada perspektif bahwa berkunjung ke museum adalah sesuatu yang membosankan. Nah, tugas dari re-branding itu sendiri bagaimana citra museum menjadi positif. Sehingga orang-orang menjadi bahagia ketika berkunjung ke museum. Mereka betah dan ingin lagi pergi ke museum. Â "Jika mereka ingin mencari pengetahuan dan inspirasi baru, mereka larinya ke museum, " jelas kak Eka Sofyan Rizal, pakar brand design yang juga hadir di acara tersebut.
Problematika dan Minat Generasi Milenial Terhadap Museum
Sebenarnya pengunjung museum di kalangan generasi milenial semakin banyak dari tahun ke tahun. Namun mereka para generasi milenial enggan untuk kembali berkunjung ke museum. Hal ini menjadi sebuah problematika tersendiri yang dihadapi oleh museum-museum di Kota Palembang.
Dalam kesempatan tersebut, hadir para generasi milenial yang menyuarakan aspirasinya terhadap museum di Kota Palembang. Menurut mereka museum di Kota Palembang perlu ditata sedemikian rupa agar lebih atraktif. Pencahayaan yang kurang baik, minimnya lahan parkir, dan ketiadaan tempat selfie dan nongkrong menjadi hal yang perlu diperbaiki.
Berapa kali, sih, dalam seumur hidup kita sebaiknya berkunjung ke museum? Well, untuk jawaban yang ini sebenarnya lebih ke arah personal ya.. Tapi menurut pengalamanku selama ini, setidaknya kita perlu bertandang ke museum sekali dalam beberapa tahun. Berkunjung ke museum selalu memberikan inspirasi baru untukku.Â
Setidaknya kita bisa merefresh ingatan tentang bacaan sejarah Indonesia yang pernah kita baca semasa sekolah. Kalau sobat udah berapa kali nih ke museum? :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H