Mohon tunggu...
Firsty Ukhti Molyndi
Firsty Ukhti Molyndi Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Seorang blogger tuna daksa dari Palembang. Memiliki minat tulis-menulis sejak kecil. Menulis berbagai problematika sehari-hari dan menyebarkan kepedulian terhadap kaum disabilitas. Blog: www.molzania.com www.wahkorea.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayo Generasi Milenial, Kita Ramaikan Museum!

14 Agustus 2019   12:12 Diperbarui: 14 Agustus 2019   12:36 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkunjung ke museum sudah ditanamkan oleh ayah sejak aku masih kecil. Mimi, sebutanku pada ibu, sering bercerita bahwa dulu ketika balita aku sering diajak pergi menjelajahi museum. Bahkan ketika aku belum terlalu paham apa itu museum. Kebiasaan ini terus dilanjutkan ayah sampai aku beranjak dewasa.

Aku selalu suka bila pergi ke museum. Di sana aku bisa melihat berbagai barang peninggalan orang zaman dahulu. Membuatku merenung betapa hidup ini sangatlah singkat. Ketika kita meninggal, orang-orang hanya bisa mengenang kita lewat benda-benda tersebut. Meski mereka belum tentu tahu siapa nama dan latar belakang kita.

Memang tidak setiap tahun orangtua membawaku ke museum. Tetapi kenangan itu terus membekas hingga aku dewasa. Sewaktu SMP, aku pergi bersama rombongan sekolah ke museum. Waktu itu aku sudah bisa memahami tentang benda apa yang sedang kulihat di museum. Kisah bersejarah apa yang ada dalam benda-benda tersebut.  Lewat bacaan, aku tahu bahwa semua benda-benda di museum pernah dibuat oleh manusia di masa lalu. Sesuatu yang mungkin belum kupahami sewaktu aku berkunjung ke sana pada usia yang lebih muda.

Kenyataan bahwa sedikitnya kembalinya generasi milenial yang pernah berkunjung ke museum membuatku sedih. Banyak diantara mereka yang belum pernah dan hanya berkunjung ke museum sekali seumur hidupnya. Hal itu aku peroleh dari seminar museum yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Palembang beberapa waktu lalu. Mantan Kepala Museum SMB II sekaligus budayawan, RM. Ali Hanafiah, yang menerangkan hal tersebut.

Bapak RM. Ali Hanafiah sedang pemaparan | dokpri
Bapak RM. Ali Hanafiah sedang pemaparan | dokpri
Di Kota Palembang, setidaknya ada 4 lokasi museum bersejarah. Semua museum menyimpan benda-benda bersejarah semasa Kerajaan Sriwijaya. Namun tidak semua benda-benda tersebut seratus persen dimiliki oleh negara. Beberapa diantaranya masih merupakan barang pinjaman dari masyarakat.

Bapak Ali Hanafiah bercerita mengenai perjuangannya dalam mendapatkan benda-benda bersejarah itu dulu. Banyak masyarakat yang masih enggan untuk menyerahkan benda-benda pusaka yang dimilikinya. Malah ada diantara mereka yang meminta imbalan yang tidak sebanding dan cenderung memberatkan. "Mereka ada yang meminta imbalan untuk dibayarkan tagihan PDAM dan telepon rumahnya, " kenangnya sedih.

Sejarah Singkat Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Gedung museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) sendiri sebenarnya merupakan bangunan lama yang sarat akan sejarah. Di lokasi yang sama dulunya pernah dibangun istana tua bernama Kuta Lama, milik Sultan Mahmud Badaruddin I. Pada masa kolonial, terjadi penghapusan Kesultanan Palembang dan istana itu pun dirobohkan.

Pak Yudi Syarofie, budayawan sumsel menjelaskan sejarah museum SMB II | dokpri
Pak Yudi Syarofie, budayawan sumsel menjelaskan sejarah museum SMB II | dokpri
Pada tahun 1823, gedung baru dibangun di lokasi yang sama yang dikenal sebagai gedung siput. Zaman penjajahan Belanda, gedung kembali dipugar menjadi cikal bakal bangunan museum yang sekarang. Pada masa tersebut, bangunan yang bercirikan perpaduan arsitektur Belanda dan rumah bari khas Palembang dialihfungsikan menjadi kantor residen Belanda.

Usai Perang Dunia II, gedung ini diambil oleh penjajahan Jepang dan digunakan sebagai markas militer. Memasuki masa kemerdekaan, TNI mengambil alih gedung tersebut sebagai markas besar TNI Kodam Sriwijaya. Pada tahun 1984, gedung tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kota Palembang untuk dijadikan museum.  

Re-branding Museum Ala Milenial
Hadir pula dalam kesempatan itu Yudi Suhairi, selaku perwakilan Bekraf yang juga wong Palembang asli. Ia menjelaskan, konsep re-branding dimulai dari memunculkan identitas karakter dan penempatan museum lewat berbagai ide dan gagasan. Beliau menyebutkan tahapan mere-branding sesuatu dimulai dari melakukan tiga hal; observasi, identifikasi dan perumusan.

Para pemateri seminar museum | dokpri
Para pemateri seminar museum | dokpri
Dalam sebuah survey kecil-kecilan yang dilakukan oleh kak Yudi terhadap mahasiswanya, perspektif generasi milenial museum SMB II berkisar antara sejarah, budaya, dan religi. Dalam mere-branding museum tetaplah harus bercirikan tiga hal tersebut. Disesuaikan dengan tuntutan pasar dan potensi yang ada. Tapi tanpa menghilangkan makna dasar keberadaan museum itu sendiri. Nantinya museum SMB II memiliki pembeda dari museum yang lain yaitu sebagai khazanah Kesultanan Palembang Darussalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun