Mohon tunggu...
Firsty Ukhti Molyndi
Firsty Ukhti Molyndi Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Seorang blogger tuna daksa dari Palembang. Memiliki minat tulis-menulis sejak kecil. Menulis berbagai problematika sehari-hari dan menyebarkan kepedulian terhadap kaum disabilitas. Blog: www.molzania.com www.wahkorea.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkarya untuk Bangsa, Harapan Baru Penyandang Disabilitas

17 November 2018   18:49 Diperbarui: 3 Desember 2018   08:20 2406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuplikan salah satu trailer film KFCI “Dance of Difference” yang berceritatentang persahabatan antara tuna rungu yang jago menari dan tuna netra yang ingin belajar menari. (Source: Dok. Budi Sumarno)

Penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan dalam hal fisik dan mental, namun semangat untuk mengarungi kehidupan bisa tidak terbatas.

Terlebih lagi, dengan adanya amanat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas, pemerintah berkewajiban untuk melindungi kaum disabilitas ini agar mereka mampu hidup mandiri tanpa terhalang oleh berbagai hambatan. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Salah satunya dalam hal mencari pekerjaan.

Lebih dari itu menjelang Hari Disabilitas Internasional 2018 yang jatuh pada tanggal 3 Desember 2018, Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) berupaya untuk mewujudkan Indonesia Inklusi dan Ramah Disabilitas. Kemnaker menghimbau agar perusahaan-perusahaan baik swasta maupun BUMD/BUMN di Indonesia mau mempekerjakan para penyandang disabilitas.

Undang-Undang Disabilitas mewajibkan setidaknya 2% dari keseluruhan jumlah karyawan ditujukan untuk penyandang disabilitas bagi perusahaan BUMN/BUMD dan pemerintah. Sedangkan bagi pihak swasta jumlah kuota disabilitasnya paling sedikit 1% dari keseluruhan jumlah pekerja. Sebenarnya isu disabilitas bukanlah hal baru di luar negeri. 

Di Jepang misalnya, jika ada perusahaan tidak bisa memenuhi kuota disabilitas yang dipersyaratkan, maka pihak perusahaan akan dikenai sanksi yang tegas. Hukuman yang ringan berupa denda hingga paling berat diumumkan namanya di surat kabar akan diberikan.

Semua dana dari denda yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk pendidikan dan pelatihan penyandang disabilitas itu sendiri. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jepang secara tidak langsung bermanfaat untuk mendorong kehidupan penyandang disabilitas yang lebih baik.

Di Indonesia sendiri pemerintah sudah mencoba untuk meningkatkan partisipasi disabilitas dalam dunia kerja. Usaha tersebut setidaknya sedikit membuahkan hasil.

Data perusahaan dan pekerja penyandang disabilitas berdasarkan Wajib Lapor Ketenagakerjaan tahun 2018 ini, sebanyak 440 perusahaan telah memperkerjakan 1,2% pegawai dengan disabilitas. Selain itu, sudah ada kurang lebih 19 Balai Latihan Kerja bentukan Kemnaker RI yang ditujukan untuk siapa saja dan tanpa biaya.

Baru-baru ini Kemnaker melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja juga berpartisipasi untuk menyediakan job fair expo yang ditujukan khusus untuk penyandang disabilitas. Seminar yang digelar selama dua hari pada akhir Oktober 2018 lalu tidak hanya berisi pameran produk padat karya dari 13 provinsi tetapi juga temu perwakilan komunitas.

Penyandang Disabilitas Mampu Hasilkan Karya Tanpa Batas

Sebuah Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) bersama dengan Kemnaker berinsiatif untuk membuat pelatihan pembuatan film pendek bertemakan disabilitas. Komunitas ini didirikan pada Maret 2016 lalu. Saat ini Ketua KCFI dipegang oleh Bapak Budi Sumarno, yang juga merupakan aktivis dan penggiat film sekaligus pendiri KCFI.

(Source: dok. Budi Sumarno)
(Source: dok. Budi Sumarno)
Penyandang disabilitas ikut berperan dalam proses syuting film.

Kegiatan-kegiatan KCFI sendiri banyak yang melibatkan penyandang disabilitas. Semisal nobar bioskop bisik bersama tuna netra dan workshop film inklusi yang tidak hanya mengajak rekan-rekan disabilitas tetapi juga anak penderita autis, anak dalam paska rehabilitasi narkoba dan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA).

Ketertarikan beliau dengan kaum disabilitas bermula dari kekaguman akan dedikasi dan motivasi kerja penyandang disabilitas yang tinggi. Sebagai penggiat film, Pak Budi berpikir tentang apa yang bisa ia berikan untuk dunia disabilitas yang ternyata banyak diantara mereka yang berbakat di dunia film.

Dalam sebuah acara pemberdayaan disabilitas, Pak Budi bertemu dengan seorang tuna netra yang memberinya saran untuk melibatkan penyandang disabilitas jenis lainnya dalam kegiatan KCFI.

Maka dari itu, beliau pun berinisiatif untuk membuat pelatihan film untuk penyandang disabilitas. Terpikir pula oleh beliau untuk juga melibatkan mereka dalam proses pembuatan film. Kegiatan mulia tersebut rupanya didukung pula oleh rekan-rekannya sesama praktisi film.

Kegiatan nobar film berbisik bersama tuna netra.(Source: dok. Budi Sumarno) 
Kegiatan nobar film berbisik bersama tuna netra.(Source: dok. Budi Sumarno) 
Untuk menambah wawasan, Pak Budi pun melakukan browsing seputar film inklusi. Ide ini sesungguhnya bukanlah hal baru. Di Amerika Serikat, tepatnya di California sudah pernah dibuat film serupa. Digagas pertama kali tahun 2007 oleh Joey Travolta yang berprofesi sebagai aktor, sutradara, penulis skenario dan produser film. Joey Travolta sendiri juga merupakan kakak dari aktor John Travolta.

Sejauh ini, sudah ada dua buah film pendek berdurasi masing-masing lima menit yang diproduksi oleh KCFI dengan keterlibatan para penyandang disabilitas.

Mereka masing-masing berbagi peran. Mulai dari produser, sutradara, penulis naskah, kameramen, hingga pemain merupakan penyandang disabilitas. Ide cerita pun berasal dari penyandang disabilitas itu sendiri. Syuting film dilaksanakan di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan. Proses syuting memakan waktu satu hari.

Cuplikan salah satu trailer film KFCI “Dance of Difference” yang berceritatentang persahabatan antara tuna rungu yang jago menari dan tuna netra yang ingin belajar menari. (Source: Dok. Budi Sumarno)
Cuplikan salah satu trailer film KFCI “Dance of Difference” yang berceritatentang persahabatan antara tuna rungu yang jago menari dan tuna netra yang ingin belajar menari. (Source: Dok. Budi Sumarno)
Salah satu tantangan dalam mengajak penyandang disabilitas produksi film terutama dalam hal komunikasi. Khususnya komunikasi yang melibatkan tuna netra dan tuna rungu. 

Mentor terkadang lupa bahwa yang mereka ajak bicara memiliki keterbatasan dalam hal mendengar dan melihat. Sehingga mentor terkadang menjelaskan dengan suara keras kepada tuna rungu atau memberikan instruksi untuk melihat gambar kepada tuna netra. Akibatnya penyandang disabilitas pun tidak dapat memahami arahan dengan baik.

Sabar dan bersahabat kunci menghadapi penyandang disabilitas. Mereka juga manusia yang memiliki hati dan perasaan sama seperti non disabilitas. Pahami keinginan mereka, lalu ajak menjadi teman.

Penelitian Harris di Amerika Serikat tahun 1987 membuktikan bahwa pekerja dengan disabilitas lebih termotivasi untuk bekerja keras dibandingkan pekerja non disabilitas. Adapun penelitian Dupont menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pekerja disabilitas lebih baik. Hasil akhirnya perusahaan akan memiliki banyak keuntungan ekonomi saat memperkerjakan penyandang disabilitas.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dengan diadakannya pelatihan film tersebut, dapat memberi peluang dan kesempatan bagi penyandang disabilitas berkarya di bidang perfilman. Terbentuknya penyandang disabilitas yang kreatif dan berjiwa wirausaha dalam produksi film dan industri kreatif. Selain itu, para produser dan pemilik stasiun TV diharapkan juga membuka peluang pekerjaan baru bagi penyandang disabilitas pada industri perfilman.

Keterbatasan penyandang disabilitas dalam hal fisik dan mental tampaknya bukan lagi penghalang dalam berkarya sesuai kemampuan dan kecenderungan seseorang. 

Para penyandang disabilitas yang tergabung dalam KCFI sudah membuktikan bahwa mereka bisa tetap berkarya. Sudah saatnya perusahaan tak perlu enggan lagi untuk memperkerjakan penyandang disabilitas

Terbukti bahwa penyandang disabilitas dapat juga berkarya dan berprestasi asal didukung oleh lingkungan di sekitarnya. Dengan sarana dan prasarana yang tepat akan mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang mereka miliki.

Sumber Dokumen:

  • Emir, Rubby. Rizky, Ulfah Fatmala. 2017. Menjadi Perusahaan Inklusi. Yogyakarta: Saujana Press
  • Rilis Pers Kemenaker – Seminar Expo Disabilitas 2018

Sumber Online:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun