Kegiatan-kegiatan KCFI sendiri banyak yang melibatkan penyandang disabilitas. Semisal nobar bioskop bisik bersama tuna netra dan workshop film inklusi yang tidak hanya mengajak rekan-rekan disabilitas tetapi juga anak penderita autis, anak dalam paska rehabilitasi narkoba dan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA).
Ketertarikan beliau dengan kaum disabilitas bermula dari kekaguman akan dedikasi dan motivasi kerja penyandang disabilitas yang tinggi. Sebagai penggiat film, Pak Budi berpikir tentang apa yang bisa ia berikan untuk dunia disabilitas yang ternyata banyak diantara mereka yang berbakat di dunia film.
Dalam sebuah acara pemberdayaan disabilitas, Pak Budi bertemu dengan seorang tuna netra yang memberinya saran untuk melibatkan penyandang disabilitas jenis lainnya dalam kegiatan KCFI.
Maka dari itu, beliau pun berinisiatif untuk membuat pelatihan film untuk penyandang disabilitas. Terpikir pula oleh beliau untuk juga melibatkan mereka dalam proses pembuatan film. Kegiatan mulia tersebut rupanya didukung pula oleh rekan-rekannya sesama praktisi film.
Sejauh ini, sudah ada dua buah film pendek berdurasi masing-masing lima menit yang diproduksi oleh KCFI dengan keterlibatan para penyandang disabilitas.
Mereka masing-masing berbagi peran. Mulai dari produser, sutradara, penulis naskah, kameramen, hingga pemain merupakan penyandang disabilitas. Ide cerita pun berasal dari penyandang disabilitas itu sendiri. Syuting film dilaksanakan di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan. Proses syuting memakan waktu satu hari.
Mentor terkadang lupa bahwa yang mereka ajak bicara memiliki keterbatasan dalam hal mendengar dan melihat. Sehingga mentor terkadang menjelaskan dengan suara keras kepada tuna rungu atau memberikan instruksi untuk melihat gambar kepada tuna netra. Akibatnya penyandang disabilitas pun tidak dapat memahami arahan dengan baik.
Sabar dan bersahabat kunci menghadapi penyandang disabilitas. Mereka juga manusia yang memiliki hati dan perasaan sama seperti non disabilitas. Pahami keinginan mereka, lalu ajak menjadi teman.
Penelitian Harris di Amerika Serikat tahun 1987 membuktikan bahwa pekerja dengan disabilitas lebih termotivasi untuk bekerja keras dibandingkan pekerja non disabilitas. Adapun penelitian Dupont menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pekerja disabilitas lebih baik. Hasil akhirnya perusahaan akan memiliki banyak keuntungan ekonomi saat memperkerjakan penyandang disabilitas.
Keterbatasan penyandang disabilitas dalam hal fisik dan mental tampaknya bukan lagi penghalang dalam berkarya sesuai kemampuan dan kecenderungan seseorang.
Para penyandang disabilitas yang tergabung dalam KCFI sudah membuktikan bahwa mereka bisa tetap berkarya. Sudah saatnya perusahaan tak perlu enggan lagi untuk memperkerjakan penyandang disabilitas.