Pemberitaan tangkap tangan Akil Mochtar (AM) yang tayang di televisi nasional dan terbit di media cetak serta online setidaknya dapat mempengaruhi cara pandang publik terhadap sebuah pesan. Berita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap AM, karena dugaan suap yang diterimanya dari tim sukses pemenangan pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten setidaknya dapat membuat publik bergantung terhadap media.
Menurut ketua KPK, Abraham Samad, terungkapnya kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, bermula dari pengaduan masyarakat pada September lalu.
"Dari situ informasi berkembang akan terjadi penyerahan uang yang akan dilakukan di rumah AM (Akil Mochtar) selaku hakim konstitusi," kata Abraham, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/10) seperti dikutip dari portal berita Republika.co.id.
Operasi tangkap tangan AM yang dilakukan di kediamannya berhasil menyita barang bukti berupa uang senilai Rp 3 Miliar dan menahan Chairun Nisa (CN) serta Cornelis Nhalau (CHN) sebagai pemberi suap kepada AM. Transaksi yang dilakukan ketiga tersangka itu berlangsung di kediaman AM. Tim penyidik yang berasal dari KPK membuntuti CN dan CHN pukul 20.00 WIB, Rabu (2/10) hingga berakir pada penangkapan kedua orang tersebut.
Penyidik KPK menggiring ketiga orang itu ke gedung KPK termasuk sopir, satpam, dan saksi dengan barang bukti berupa uang serta mobil Fortuner berwarna putih. Hambit Bintih dan stafnya, Dhani juga berhasil dibekuk penyidik di salah satu Hotel di Jakarta.
Kasus lain yang melibatkan Akil Mochtar adalah suap yang diterimanya dari pengusaha asal Banten Tubagus Chaeri Wardana. Kasus ini bermula dari Susi Tur Handayani yang selama ini dikenal AM menerima uang dari Wawan lewat orang berinisial F di Apartemen Aston, jalan Rasuna Said Jakarta.
Uang sejumlah Rp 1 Miliar tersebut disimpan Susi di kediaman orangtuanya di Tebet, Jakarta. Rencananya uang tersebut akan diserahkan pada AM.Pada tengah malam Susi pergi menuju Lebak, Banten. Kemudian tim penyidik KPK mengikutinya dan melakukan penangkapan di tempat. Susi langsung dibawa ke gedung KPK dan tiba pada Kamis (3/10) dini hari.
Wawan sebagai pemberi suap ditangkap KPK pada Rabu (2/10) pukul 23.00 dikediamannya di Mega Kuningan Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Wawan merupakan adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Berdasarkan hasil pemeriksaan KPK selama 1X24 jam ditetapkan dalam kasus sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah Akil Mochtar (AM) dan Chairun Nisa (CN) sebagai penerima suap. Hambit Bintih (HB) dan Cornelis Nhalau (CHN) sebagai pemberi suap.
Sementara, kasus sengketa pilkada Lebak, Banten Akil Mochtar (AM) dan Susi Tur Handayani sebagai penerima suap. Sedangkan Tubagus Chaery Wardana (Wawan) dan kawan-kawannya sebagai pemberi suap.
Pemberitaan tangkap tangan Akil Mochtar ini berlangsung terus menerus sejak Akil Mochtar didatangi tim penyidik KPK pada Rabu (2/10). Publik yang menonton berita televisi, maupun pembaca di media cetak dan online diliputi rasa ingin tahu terhadap sebuah informasi. Media memanfaatkan hal ini untuk memenuhi kebutuhan khalayak terhadap informasi tersebut.
Dalam perkembangannya ilmu komunikasi melahirkan suatu teori baru yang mampu mengurai perilaku penonton atau pembaca dalam memenuhi informasi hingga mendapat apa yang diinginkannya. Teori ini disebut teori ketergantungan yang diutarakan Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur.
Teori ini memprediksikan, khalayak itu tergantung informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak yang bersangkutan, serta guna mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun, khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media.
Teori ini pun memiliki sumber ketergantungan yang kedua, yakni kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial dapat saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media. Sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Pemberitaan Akil Mochtar yang dimunculkan oleh semua media di Indonesia bahkan luar negeri memiliki tujuannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan akan informasi kepada khalayak. Proses yang terjadi selama pemberitaan dari Rabu (2/10) hingga Selasa (19/11) membuat khalayak bergantung kepada media dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Namun, khalayak tidak serta merta memiliki ketergantungan itu terhadap semua media yang memberitakan penangkapan AM. Beberapa media dipilih khalayak sesuai kebutuhannya untuk memenuhi informasi tersebut.
Teori ketergantungan pun menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu memiliki hubungan yang menciptakan kebutuhan dan minat. Pemberitaan tangkap tangan AM direncanakan dan diberitakan sesuai ideologi sebuah media dan institusi yang berhubungan langsung dengan media saat melakukan pengumpulan keterangan untuk sebuah berita.
Pada waktunya berita yang diturunkan dapat mempengaruhi khalayak untuk pintar memilih berbagai media. Sehingga khalayak tidak lagi merasa bergantung pada media, melainkan kondisi sosialnya lah yang membuat khayalak tersebut memilih media sebagai sumber berita tangkap tangan AM.
Kesimpulannya, khalayak tetap butuh informasi yang terjadi pada peristiwa itu, karena khalayak selalu ingin tahu pemberitaan yang terjadi. Maka khalayak bergantung pada media tersebut.
Lambat laun, khalayak tak lagi mencari informasi yang berkaitan dengan peristiwa AM pada semua media atas dasar ketergantungan informasi. Tetapi, khalayak mencari dan memilih sumber pemberitaan dari media, karena kondisi sosial yang menciptakannya untuk memilih media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H