Pangan menjadi hal pokok dalam kehidupan manusia, mengapa? Karena dari sanalah sumber energi untuk tubuh dihasilkan. Selama manusia belum bisa "berfotosintesis", ya kita akan masih mengandalkan pangan sebagai sumber energi.Â
Tidak hanya itu saja, banyak yang meyakini  bahwa sumber penyakit di tubuh manusia berasal dari apa yang kita makan dan minum, your are what you eat. So, jaga apa yang kita makan.
Selama manusia belum bisa "berfotosintesis", ya kita akan masih mengandalkan pangan sebagai sumber energi.
Pangan sebetulnya bukan hanya soal aktivitas makan dan minum. Ada proses panjang sebelum satu porsi nasi pecel tersedia di meja.Â
Mulai dari persiapan benih, pembibitan, penanaman, perawatan, pemanenan hingga proses memasak menjadi menu siap santap. Lebih detil soal perjalanan nasi pecel tadi, istilahnya farm-to-table, akan dibahas di bagian 2.
FAO memperkirakan sepertiga dari pangan (edible parts of food) di dunia berakhir sia-sia di keranjang sampah.
Mengingat pentingnya makanan (termasuk minuman), ada catatan menarik dari FAO (Food Agriculture Organization). FAO memperkirakan sepertiga dari pangan (edible parts of food) di dunia berakhir sia-sia di keranjang sampah.Â
Sepertiga itu artinya setara dengan 1.3 juta ton. Fenomena "pangan terbuang" ini disebut dengan Food Loss and Waste (FLW). Selengkapnya, kalian bisa baca di sini.
Kita boleh bertanya-bertanya, apa benar sebanyak itu pangan yang terbuang? Mari kita telaah lebih rinci. Jadi, kita bagi FLW menjadi dua jenis, food loss dan food waste. Food loss merupakan kehilangan pangan yang terjadi di tahapan produksi, pasca panen dan pengolahan.Â
Penyebabnya bermacam-macam. Misal, produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar atau keinginan pembeli / pasar. Sebab lain food loss adalah harga anjlok, sedangkan ongkos distribusinya sangat mahal. Berikutnya, food loss terjadi karena persoalan penyimpanan.Â
Produk hasil pertanian yang disimpan pada kondisi kurang tepat akan mempercepat proses kerusakan. Food loss juga bisa terjadi karena perilaku konsumen yang kurang bijak membeli bahan pangan.Â
Terlanjur beli dalam jumlah banyak, melebihi dari yang dibutuhkan. Akibatnya, bahan pangan tersebut busuk dan tidak layak dikonsumsi. Dan sudah bisa ditebak, bahan pangan ini berakhir di keranjang sampah. Sekarang coba ingat-ingat, seberapa sering kita mengakibatkan food loss ini?Â
Bagaimana dengan food waste? Yang ini biasanya terjadi di akhir rantai pangan, misal pangan olahan yang siap dikonsumsi (retail and final consumption).Â
Penyebab utama food waste ini adalah "makanan yang tak habis" karena beberapa hal. Pertama, porsi terlalu banyak. Kadang, saat melihat makanan enak, banyak diantara kita jadi kalap, sehingga melebihi porsi makan yang cukup.Â
Akibatnya, sisa makanan ini kemudian dibuang. Kedua, bisa jadi tak menghabiskan makanan karena tidak sesuai dengan ekspektasi. Misal, mencoba menu baru, dan ternyata rasanya tak sesuai yang diinginkan oleh lidah.Â
Fenomena food waste yang sering terjadi adalah saat prasmanan. Kalian akan dengan mudah melihat makanan yang masih bagus tergeletak begitu saja di pinggir piring di bawah meja. Kejadian ini disebabkan "perilaku", dan ini sebetulnya bisa diubah.
Apa yang bisa kita lakukan? Ada beberapa hal dari FLW yang memang tidak bisa kita bantu untuk diselesaikan, misal yang berhubungan dengan standar dan aspek produksi dan penyimpanan bahan pangan di  industri. Namun, sebagai konsumen, kita masih bisa berkontribusi mengurangi food loss maupun food waste.Â
Pertama, pastikan jumlah bahan pangan yang dibeli sesuai dengan kebutuhan. Kedua, upayakan menghabiskan makanan, tanpa sisa berarti. Sesuaikan dengan porsi yang sanggup kita makan.Â
Ketiga, jangan lupa bagikan bahan pangan atau makanan ke kerabat, teman atau tetangga sebelah yang membutuhkan. Poin ketiga ini juga ampuh untuk memperkuat solidaritas loh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H