Mohon tunggu...
reimonmenulis
reimonmenulis Mohon Tunggu... Seniman - anak sma

terkadang saya berfikir

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Di Mana Tanah Pandeglang Dipijak, Di Situ Persaudaraan Dijunjung

21 November 2024   23:08 Diperbarui: 22 November 2024   03:15 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Kelas 12 SMA Kolese Kanisius berdinamika dengan santri-santriwati Al-Falah Pandeglang. dokpri

Hari ketiga di pesantren adalah hari yang penuh emosi. Hati saya terasa berat saat tiba waktunya mengucapkan selamat tinggal kepada saudara-saudara baru yang telah menjadi bagian penting dalam perjalanan singkat ini. 

Sebelum kami pulang, mereka mendoakan kami dengan tulus, dan dalam doa itu, saya merasakan rahmat Tuhan yang melindungi dan menyertai langkah-langkah kami. Mereka melepas kami dengan penuh berkat, sama seperti saat mereka menerima kami dengan hangat di awal kedatangan.

Saya menyempatkan diri untuk mengucapkan selamat tinggal secara khusus kepada teman-teman kobong, mereka yang telah berbagi malam penuh cerita dan kebersamaan. 

Salah satu dari mereka mengatakan sesuatu yang tak pernah saya lupakan: "Jika kamu sukses nanti, gunakan kekuatanmu untuk mempererat ikatan antara agamamu dan agamaku." Kata-kata itu meninggalkan bekas mendalam di hati saya, menjadi pengingat akan tanggung jawab besar yang harus saya emban di masa depan.

Semangat Persatuan yang Memperkuat Semuanya

Pengalaman tiga hari di pesantren bukan hanya perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan spiritual dan emosional yang begitu bermakna. Dalam waktu singkat itu, saya belajar bahwa persaudaraan tidak ditentukan oleh kesamaan agama, suku, atau latar belakang, melainkan oleh kesediaan untuk saling menerima, bekerja sama, dan menghargai satu sama lain. 

Melalui interaksi sederhana---dari memotong bambu bersama, berbagi cerita di malam terakhir, hingga doa penuh kasih saat perpisahan---saya menyadari bahwa kekuatan terbesar bangsa ini ada pada persatuannya.

Teman-teman santri menunjukkan kepada saya bahwa kesederhanaan tidak mengurangi nilai kehidupan. Bahkan, di tengah keterbatasan, mereka mampu berbagi kebahagiaan yang tulus. 

Pesan salah satu teman kobong, "Jika kamu sukses nanti, gunakan kekuatanmu untuk mempererat ikatan antara agamamu dan agamaku," adalah peringatan sekaligus tantangan untuk saya. Indonesia, dengan keberagaman agama, adat, dan budaya yang luar biasa, membutuhkan generasi muda yang tidak hanya berpendidikan tinggi, tetapi juga memiliki jiwa yang peduli untuk menjaga persatuan.

Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa ini kokoh karena perbedaan yang dirajut dengan indah. Mahatma Gandhi pernah berkata, "Our ability to reach unity in diversity will be the beauty and the test of our civilization." Saya merasakan kebenaran kata-kata ini ketika berada di pesantren---melihat bagaimana perbedaan agama tidak menjadi hambatan, tetapi justru jembatan untuk saling memahami. 

Gus Dur, tokoh pluralisme Indonesia, juga menegaskan, "Tidak penting apa agamamu atau sukumu... selama kamu bisa berbuat baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu." Pesan ini menjadi pengingat bahwa kebaikan adalah bahasa universal yang dapat menyatukan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun