Mohon tunggu...
Moh Tamimi
Moh Tamimi Mohon Tunggu... Jurnalis - Satu cerita untuk semua

Mencari jejak, memahami makna.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Doi

10 Maret 2021   14:53 Diperbarui: 10 Maret 2021   15:39 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai, bos (besar).

Saya adalah pengikut teorimu yang berbunyi, “yang istimewa akan kalah pada yang selalu ada.”

Teori itu sangat ampuh dalam menaklukkan doi. Saya kalah dan menang karena teori itu. Jika lawan saya adalah penganut teori yang sama, maka pemenangnya bisa dipastikan adalah siapa yang lebih dulu “ada.”

Saya sudah uji coba teori ini beberapa kali, hasilnya tidak diragukan lagi.

Teori yang berseberangan dengan teori ini adalah teori layang-layang yang berbunyi, “Tarik ulur, tarik ulur.” Teori ini meskipun mempunyai kelebihannya sendiri, ia mempunyai banyak kelemahan.

Di antara kelemahannya: satu, bisa saja saat diulur malah tidak bisa ditarik kembal. Dua, si doi merasa dipermainkan sehingga lebih memilih memutuskan “benang.”

Kelebihannya: bisa mengetahui lebih jauh sejauh mana si doi suka pada dia. Ia akan tetap bertahan walau “ditinggal” beberapa lama.

Demikianlah landasan teori tentang doi.

Bagaimana pengaplikasiannya? Saya punya cerita tentang ini.
***


Saya punya teman perempuan yang lumayan akrab dengan saya. Jika ditanya lebih jauh, bagaimana perasaanku kepadanya, saya tidak bisa menjawabnya secara pasti. Apakah saya suka padanya atau sebatas kagum. Saya pikir, saya hanya sebatas kagum. Ia perempuan yang berintegritas, keren.

Saya tidak begitu menceritakan tentang pertemanan saya ini kepada teman-teman, cukup dianggap kenal. Suatu ketika, saya ngobrol dengan si bos kecil yang maqamnya masih kelas “online” tentang banyak hal. Ia tanya, saya suka siapa. Saat itu, saya tidak suka pada siapa pun, datar saja (think equal).

Berhubung kami sangat akrab, saya ceritakan semuanya. Benar-benar tidak ada yang saya rahasiakan lagi, walau sebelumnya saya ragu apakah harus menceritakan hal itu.

Ia bilang pada saya, saya harus menyatakan kepadanya. Mungkin si bos kecil menilai bahwa saya suka pada teman perempuan saya itu (selanjutnya akan saya sebut doi), bukan sekadar kagum. Kami juga membicarakan kemungkinan margin errornya jika hal itu dilakukan.

Saya layangkan sebuah surat kepada doi, “Surat Setengah Cinta” judulnya.

Alhamdulillah, hanya dalam hitungan hari, surat setengah cinta saya dibalas oleh abdi semesta. Saya sangat senang dengan balasan itu. Saya senang surat-menyurat.

Inti surat itu, doi bilang bahwa tidak menyangka dengan apa yang telah saya utarakan. Ia juga kagum pada saya. Ia tidak menjawab secara pasti bagaimana sikapnya, hanya saja ia ingin mengembalikan semuanya pada waktu, dan saya harus terus belajar.

Saya tahu itu adalah penolakan yang sangat halus tetapi tidak membuat hati saya sedih sedikit pun. Saya malah senang sekali. Doi sempat menyinggung seseorang yang “selalu ada” dalam hidupnya, terutama saat terpuruk. Saya seperti biasa, tidak ada getar-getar dalam jiwa ini.

Sejak itu saya yakin, saya hanya mengagumi, kekaguman yang nyaris sempurna.
***

Bos, itulah gambaran ketika dua orang menggunakan teori yang sama untuk satu objek. Saya yakin, teori ini juga memiliki kelemahan. Salah satunya, persahabatan bisa sedikit retak bila mereka tidak  saling memahami.

Kali ini, saya sedang berjuang memperjuangkan “doi asli” menggunakan teori itu.

Semoga cinta kalian terus bersemi tanpa resah di dada. Resah di dada, cukupkan sampai di sini!

20/11/2020 17.21

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun