Mohon tunggu...
moh sofyan
moh sofyan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjaga Harta Dapat Membuat Kita Mati Syahid

3 Maret 2019   11:15 Diperbarui: 3 Maret 2019   11:59 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal harta seakan tak asing lagi di telinga kita, bahkan di era sekarang harta dipandang sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang, memang wajar jika harta dipandang sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang, sebab untuk mendapatkanya itu bukanlah hal yang mudah seperti halnya membalikkan tangan begitu saja, melainkan diperlukan kerja keras dan diimbangi dengan doa yang giat (work hard pray hard). 

Dalam artikel ini kita tidak hanya membahas tentang harta semata melainkan juga akan membahas tentang bagaimana cara mendapatkannya, kepemilikanya serta bagaimana cara menjaga dan pengelolaannya.

 Definisi harta sendiri dalam bahasa arab (Munawir, 1987) disebut Al-Mal atau jamaknya Al-Amwal. Harta (Al-Mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). 

Menurut istilah syar'i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara' (hukum islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi, dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Berdasarkan pengertian tersebut, maka segala hal yang diperoleh, dikelola dan dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan di dunia merupakan harta. 

Harta merupakan kepemilikan pribadi kita dalam artian kita yang memegang kekuasaan atas harta yang kita miliki sehingga kita dapat mengontrolnya secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi. Pada dasarnya islam memberi kebebasan bagi mausia untuk mencari dan mengusahakan hartanya dalam rangka menjaga kelangsungan hidup di dunia. Islam mengajarkan etika dalam mencari harta diantaranya adalah mencari harta dengan usaha yang halal, dalam Al-Qur'an surah AL-Baqarah ayat 168 Allah SWT berfirman: "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamnu mengikuti langkah-langkah syaitan: karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu; "QS. Al-Baqarah : 168).  

Islam juga menganjurkan mencari harta dengan usaha sendiri (tidak berpangkuh tangan). Konteks ini diperkuat dengan adanya hadis yang diriwayatkan Bazzar, dan dinilai shahih oleh hakim bahwasanya "dari Rifa'ah bin rafi' r.a (berkata) : sesungguhnya nabi Muhammad SAW, pernah ditanya , manakah usaha yang lebih utama dan baik? Beliau menjawab: ialah amal usaha dari seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan proses jual beli yang baik". (HR Bazzar, dan dinilai shahih oleh hakim). adapun larangan dalam islam dalam etika mencari harta diantaranya adalah mencari harta dengan jalan riba. Dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 278 Allah SWT berfirman :  " hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)  jika kamu orang-orang yang beriman." (QS.Al-Baqarah:278).

Dalam hal ini harta menjadi kepemilikan mutlak yang berada di tangan Allah dan pengelolaannya berada di tangan manusia, di mana kita dianjurkan untuk menjaga dan mengelolanya dengan sebaik mungkin, jadi dapat diartikan bahwa harta merupakan kepemilikan pribadi kita. Definisi kepemilikan secara bahasa adalah penguasaan manusia atas harta dan penggunaanya secara pribadi. 

Adapun secara istilah, kepemilikan adalah pengkhususan hal atas sesuatu tanpa orang lain dan ia berhak untuk menggunakannya sejak awal, kecuali ada larangan syar'i. menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani (Rivai dan Buchari, 2009), ada tiga macam kepemilikan, yaitu sebagai berikut: pertama kepemilikan individu ( milkiyah fardhiah), yaitu izin syariat kepada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan yaitu bekerja, warisan, keperluan harta untuk mempertahankan hidup, pemberian Negara dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat, dan harta yang diperoleh individu tanpa berusaha. 

Kedua kepemilikan umum (milkiyah 'ammah), yaitu izin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan kekayaan berupa barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, barang yang tidak dimiliki individu, dan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiga kepemilikan Negara (milkiyah daulah), yaitu izin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan khalifah sebagai kepala Negara.

Kepemilikan harta adalah hubungan antara manusia dan harta yang ditentukan oleh syara dalam bentuk perlakuan khusus terhadap harta tersebut, yang memungkinkan untuk menggunakannya secara umum hingga ada larangan untuk menggunakannya. Para ulama fiqih menyatakan empat cara pemilikan harta yang disyariatkan islam yaitu: pertama melalui penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum. Kedua melalui transaksi yang dilakukan dengan pihak lain. Ketiga melalui peninggalan seseorang. Keempat diperoleh berdasarkan hasil yang telah dimilikinya selama ini.

 Jadi, jika kita sudah memilikinya dalam artian kita diberi titipan harta oleh Allah SWT. maka kita harus menjaganya dalam segala situasi atau kondisi tertentu meskipun harus jiwa dan raga yang menjadi resikonya. Dalam agama islam telah diajarkan kepada kita agar senantiasa menjaga harta yang kita miliki, tidak boleh ada campur tangan orang lain, sebab harta tersebut sudah sepenuhnya menjadi hak milik kita. 

Jika seandainya ada perampok, maling, begal dan sejenisnya yang hendak merampas harta yang kita miliki janganlah kita berikan harta kita dan jika perampok itu hendak melukai kita maka lawanlah. Dalam hadis sudah tertera mengenai permasalahan tersebut, karena sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang laki-laki, ia bertanya kepada Rasulullah SAW "ya Rasulullah bagaimana pendapat engkau jika ada seseorang yang hendak merampas hartaku?, Rasulullah menjawab "jangan kau berikan hartamu", kemudian seorang laki-laki tersebut kembali bertanya "bagaimana jika ia ingin membunuhku?, 

Rasulullah menjawab "bunuhlah dia" laki-laki tersebut bertanya lagi "bagaimana jika ia berhasil membunuhku?, Rasulullah menjawab "kamu mati syahid" laki-laki tersebut kembali bertanya "lantas bagaimana jika aku yang membunuhnya?, Rasulullah menjawab "dia masuk neraka"(HR Muslim).

Berdasarkan  hadis di atas kita dapat mengetahui bahwasanya menjaga harta merupakan kewajiban bagi kita, walaupun kita sedang berada dalam kondisi terdesak seperti kita akan dirampok dan perampok itu hendak melukai bahkan mempunyai niatan untuk membunuh, dalam kondisi seperti itupun kita masih diwajibkan menjaga harta kita, jadi lawanlah sekuat tenaga yang kita punya dan berusaha untuk membunuhnya agar perampok tersebut masuk ke dalam neraka. Apabila kita yang terbunuh oleh perampok tersebut maka Allah SWT akan memberikan imbalan mati syahid kepada kita.

Sesuai dengan pernyataan di atas kita dapat memahami bahwasanya harta yang kita miliki itu bukan hanya untuk digunakan ataupun dikelola dengan benar melainkan cara menjaga harta yang kita miliki juga harus dilakukan dengan sebaik mungkin sebab harta tersebut merupakan titipan dari Allah SWT. jadi kita harus benar-benar menjaga harta kita karena kita telah diamanahkan oleh Allah SWT. Dapat disimpulkan bahwa kita bukan hanya dianjurkan untuk mencari harta saja melainkan kita juga dianjurkan untuk menjaganya.

 Menjaga harta di sini bukan hanya mengenai konteks terkait perampokan ataupun pembegalan saja, namun dalam menjaga harta itu juga mencakup bagaimana cara kita mengelolanya agar harta yang kita miliki tidak terbuang dengan sia-sia, karena Rasulullah telah mengajarkan pada kita bahwasanya kita tidak diperbolehkan berlebih-lebihan (berfoya-foya) terhadap harta kita, gunakanlah harta kita kepada apa yang kita perlukan saja.

Daftar pustaka

Sholahuddin,M. 2007.Asas-asas ekonomi islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Depokpos.com diakses pada Februari 2017

Irham-anas.blogspot.com diakses pada November 2011

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A., M.M. 2015. Pengantar ekonomi syariah teori dan praktik. Bandung: Pustaka Setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun