Mohon tunggu...
Mohsa El Ramadan
Mohsa El Ramadan Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang jurnalis, tinggal di Banda Aceh.

Menulis adalah spirit, maka perlu sebuah "rumah" untuk menampungnya | E-mail: mohsaelramadan@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menjual Isu Orangutan, Masyarakat "Simarboru" Menolak LSM Asing

13 Mei 2019   14:50 Diperbarui: 13 Mei 2019   21:36 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberadaan LSM asing dan LSM lokal  semakin meresahkan masyarakat Sipirok, Marancar hingga Batang Toru (Simarboru). "Jangan ajarkan kami menjaga alam dan merawat Orangutan. Masyarakat kami sudah punya pengalaman ratusan tahun," kata Raja Ruat Sipirok, Edward Siregar.

Isu lingkungan hidup dan kepunahan Orangutan yang digaungkan sejumlah LSM asing dan lokal mulai bikin "meradang" masyarakat dan pemangku adat di Tapanuli Selatan. Warga di sana kesal karena selama ini oknum-oknum LSM yang mendulang duit miliaran rupiah dari bantuan asing itu memanfaatkan berita hoax tentang lingkungan dan habitat Orangutan.

"Mengenai Orangutan, saya sudah katakan, hubungan batin kami dengan Orangutan itu sudah sejak lama ada. Contoh, mereka (Orangutan) datang ke kebun, memakan buah-buahan yang ditanam, kami tidak usir. Itu terjadi sejak dahulu kala, hubungan batin itu," kata Raja Luat Sipirok,  Edward Siregar, bergelar Sutan Parlindungan Suangkupon. 

Edward Siregar (dokpri).
Edward Siregar (dokpri).

Raja adat ini meminta kepada sejumlah LSM asing dan LSM lokal yang menyampaikan kampanye hitam tentang daerahnya, terkait dengan isu Orangutan, untuk segera menghentikan kampanyenya tersebut. "Kami siap berdialog, kami akan mengajari mereka (LSM) bagaimana menjaga kelestarian alam, termasuk menjaga Orangutan. Masyarakat kami sudah punya pengalaman ratusan tahun," tegas Edward Siregar kepada wartawan di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, awal Mei 2019.

Edward mengingatkan LSM tersebut agar tidak lagi menyebarkan berita hoax (bohong) tentang kepunahan Orangutan dan ancaman banjir. Isu itu dikampanyekan oknum-oknum mengaku aktivis LSM itu agar semua pihak dan masyarakat di Tapanuli Selatan menolak atau menghentikan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru yang merupakan proyek strategis nasional era pemerintahan Presiden RI, Jokowi -- Jusuf Kalla.

"Belum pernah ada dalam sejarah masyarakat kami, mulai dari Sipirok, Marancar hingga Batang Toru (Simarboru), yang menyakiti atau membunuh Orangutan. Kami bisa hidup berdampingan dengan damai. Jadi jangan ajari kami bagaimana menjaga Orangutan dan menjaga kelestarian alam," lanjut Edward Siregar.

Energi Baru Terbarukan (EBT)

PLTA Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, yang merupakan pembangkit listrik dengan konsep energi baru terbarukan (EBT), merupakan bagian dari program pembangunan infrastruktur kelistrikan Presiden Jokowi, yang ramah lingkungan. Keberadaan PLTA ini nantinya akan mampu menghemat devisa sekitar USD 400 juta/tahun atau sekitar Rp5,6 tiliun rupiah/tahun, kata Firman Taufick, Vice President Communications and Social Affairs PT PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), perusahaan yang membangun PLTA Batang Toru.

 "Selain penghematan devisa, PLTA Batang Toru adalah bagian dari komitmen Presiden RI dalam Paris Agreement, untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030. PLTA ini akan berkontribusi terhadap komitmen itu dengan mengurangi emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton pertahun," katanya.

Keberadaan PLTA Batang Toru, menurut Firman, adalah sebagai salah satu solusi pemerintah dalam penghematan devisa dengan menggantikan pembangkit bertenaga disel atau batubara, yang berbiaya lebih besar dan tidak ramah lingkungan.

"1,6 juta ton per tahun itu setara dengan kontribusi penyerapan karbon oleh 120.000 hektare wilayah hutan atau setara dengan 123 juta pohon," kata Firman menegaskan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dan negara dari proyek energi baru terbarukan tersebut. Proyek ini berkapasitas 510 MW, berlokasi di sebagian areal tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sipirok, Marancar dan Batang Toru (Simarboru), Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Karena sumber utama PLTA itu adalah air, kata Firman, maka pihaknya dapat dipastikan akan menjaga kondisi dan kualitas air sungai tersebut. "Jadi segala sesuatu yang terkait dengan air, kita harus konsen. Baik sungainya, wilayahnya, ya landscape nya, satwanya, juga tentu people (manusia) nya," tegas Firman.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno memastikan keberadaan Orangutan aman dari aktivitas pembangunan PLTA Batang Toru. Saat ini pun ada satu tim yang terus memantau perkembangan Orangutan di kawasan itu, memastikan keberadaan satwa dilindungi itu tetap terjaga dan aman.

Kampanye Hitam Koalisi LSM Asing

Sejumlah LSM asing sejak beberapa bulan lalu, mulai melakukan kampanye hitam dengan target agar pemerintah membatalkan pembangunan proyek PLTA Batang Toru ini. Isu yang mereka sebarkan adalah tentang terancamnya habitat Orangutan, isu banjir, kekeringan hingga isu gempa.

Beberapa LSM asing yang diduga ikut aktif meramaikan kampanye hitam ini antara lain; LSM yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat, bernama Mighty Earth, perguruan tinggi Australia (Jamescook Universtity Australia), Alliance of Leading Environmental Researchers and Thinkers (ALERT), suatu organisasi yang beranggotakan peneliti yang berjumlah 26 orang, PanEco dari Swiss dan mitra-mitra kerjanya Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Center of Orangutan Protection (COP), Orangutan Information Centre (OIC) dan Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP).

Semua isu yang dapat digunakan untuk memprovokasi masyarakat agar menolak kehadiran PLTA ini digunakan oleh LSM asing dengan menggandeng LSM lokal sebagai operator lapangannya. Bahkan isu tentang tenaga kerja asing mereka (LSM) lontarkan agar masyarakat terpancing emosinya.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny Keraf menuding LSM-LSM itu bagian dari intervensi asing dalam upayanya mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek PLTA tersebut.

Tapi PanEco melalui Direktur Konservsinya, Ian Singleton, kepada sebuah media (Waspadaaceh.com), mengatakan, tidak benar kalau dikatakan bahwa PanEco telah melakukan kampanye hitam.

Kata Ian Singleton, terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, PanEco justru berupaya memberikan berbagai masukan berdasarkan pengetahuan dan hasil kegiatan selama ini di kawasan Batang Toru. Oleh karenanya PanEco pada dasarnya berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah, PT NSHE (PLTA Batang Toru) dan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka memperoleh solusi untuk mitigasi atas dampak lingkungan yang mungkin terjadi.

Menurut Abdul Gani Batubara, Tokoh Masyarakat dari Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, tindakan sejumlah LSM asing itu memang sudah keterlaluan. "Mereka tidak saja telah mengusik daerah kami, tidak menghormati masyarakat di sini, tapi juga telah meremehkan kedaulatan negara RI," kata Batubara

Abdul Gani Batubara.
Abdul Gani Batubara.
.

"Kalau mereka (LSM) itu terus-terusan mengkampanye hitamkan PLTA Batang Toru yang ada di kampung kami ini, tentu kami akan mengusir LSM itu bila mereka datang ke sini," tegas Batubara.

Senada dengan Raja Luat Sipirok, Edward Siregar, tentang hubungan batin masyarakat dengan Orangutan, Batubara menyebutkan bahwa mereka bersama masyarakat juga telah menanam pohon-pohon untuk pakan Orangutan. "Kami juga menanam pohon-pohon untuk menyambung atau menghubungkan kembali koridor-koridor yang terputus akibat proses alam," lanjut Abdul Gani Batubara.

"Sekarang menjadi pertanyaan kami, apa pernah LSM-LSM itu memberi makan Orangutan? Memberi makan masyarakat kami? Kami lah yang menyediakan makanan untuk Orangutan dari kebun-kebun kami dan kami yang menjaga mereka selama ini," lanjut Batubara.

Tokoh Masyarakat di Huraba, Kecamatan Marancar, Maraiman Nasution, mengungkapkan keheranannya dengan LSM yang membesar-besarkan persoalan PLTA Batang Toru. "Kami masyarakat di sini saja bersyukur karena ada proyek ini. Anak-anak kami bisa bekerja, dan kami bangga daerah kami bisa ikut menyumbang energi listrik untuk negeri ini," ujar Mariaman Nasution dalam bincang-bincang dengan wartawan di Desa Huraba, belum lama ini.

Mencari Solusi Bukan Konflik

"Saya benar-benar tidak setuju dengan mereka (LSM) yang melakukan black campaign. Karena kenyataannya, pembangunan itu (PLTA) untuk masyarakat, untuk kesejahteraan masyarakat. Saya dorong pemerintah pusat dan daerah untuk tetap melanjutkan pembanguna itu, dan kami siap di belakang untuk mendukung," kata Raja Luat Sipirok, Ir.Edward Siregar, menanggapi adanya upaya-upaya penggagalan pembangunan PLTA dari kalangan LSM asing.

Edward Siregar juga menyatakan setuju bila pemerintah melakukan audit terhadap aliran dana yang masuk ke LSM-LSM tersebut, sebagai bagian dari keterbukaan. "Saya setuju agar pemerintah melakukan audit yang benar kepada SLM asing itu. Tapi saya tidak bisa intervensi pemerintah, itu terserah pemerintah," tegas Edward Siregar.

Begitu pun, Raja adat ini lebih mengedepankan dialog untuk mencarikan solusi, bukan membesarkan konflik. "Mari kita berdialog, kami siap untuk berdialog. Jangan lagi sebarkan berita-berita hoax dari informasi yang salah. Mari jumpai kami agar menjadi jelas," lanjutnya.

Wanda Kuswanda, peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli menyebutkan, Orangutan sangat menyukai tumbuhan penghasil buah, yang biasanya tumbuh di daerah rendah dan lembab. Menarik bagi Orangutan berada di dekat sungai, bukan karena sungainya, tapi karena tumbuhan yang menghasilkan buah yang merupakan sumber pakan Orangutan.

"Misalkan di atas bukit itu banyak tanaman buah yang menjadi pakan Orangutan, maka Orangutan akan banyak berada di situ," kata Wanda. Wanda menyebutkan, kalau Orangutan Tapanuli sekarang berada pada habitat di atas 600 meter, mengarah ke bukit, itu karena daerah di bawah sudah menjadi lahan pertanian, dan itu terjadi sejak ratusan tahun lalu

Wanda Kuswanda.
Wanda Kuswanda.
.

Menurut Wanda, masyarakat harus didorong untuk memiliki kecakapan memanfaatkan lahan yang sedikit tapi mencukupi kehidupan mereka, sehingga tidak tergantung pada luasan lahan. Hal ini untuk menjaga agar habitat Orangutan yang masih tersisa tidak semakin berkurang. "Masyarakat harus diberi pengetahuan bercocok tanam, budidaya ikan, lebah madu, peternakan, dll, yang bisa memanfaatkan lahan sedikit, tapi penghasilannya lebih baik dari sebelumnya," kata peneliti ini.

"Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah, maka luas lahan yang dibutuhkan nantinya juga akan bertambah pula. Bila masyarakat masih tetap tergantung dari luasan lahan. Jadi hal ini harus diantisipasi dari sekarang dengan memberi pengetahuan yang memadai," lanjut Wanda.

Solusi lain yang perlu dilakukan, menurut Wanda, adalah dengan melakukan pengayaan pakan Orangutan, melalui penanaman pohon yang buahnya menjadi pakan Orangutan. Juga menanam pohon di beberapa titik, untuk menyambung kembali koridor (penghubung) untuk spot-spot hutan yang sudah terputus secara alami antara satu wilayah hutan dengan hutan lainnya.

"Sekarang kita cari solusi. Kalau di sana itu Aek Batang Paya, ada tiga dusun di sana. Dusun Parbodungan, Danau sama Paske. Kalau di atas sana itu baru Desa Bulu Mario. Masyarakat tidak menggunakan air Batang Toru. Justru air yang masuk ke PLTA itu air dari sawah-sawah petani," kata Muhammad Nasir Siregar, TPHL (Tenaga Pengawas Hutan dan Lain-lain) pada Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sipirok, sambil menunjuk lokasi perkampungan dari atas bukit

Nasir Siregar.
Nasir Siregar.

Nasir juga menunjukkan hasil kerja mereka, berupa pohon-pohon yang mereka tanam, sudah tinggi dan bercabang. Cabang pohonya di atas, menutup ruas jalan dari sengatan matahari. "Itu pak sudah membentuk koridor. Jadi koridornya sudah tersambung dari bawah ini ke blok Sibual-buali di atas sana," lanjut Nasir Siregar.

Nasir juga mengajak petani menanam buah-buahan yang bibitnya dibantu pihak PLTA Batang Toru, sebagai upaya petani meningkatkan pengayaan habitat, sekaligus untuk menambah penghasilan petani itu sendiri. "Kalau pohon durian atau pohon petai banyak, saat musim panen, petani bisa berbagi tanpa merasa dirugikan," kata Nasir.

Bagaimana soal isu kepunahan orangutan yang diembuskan LSM penentang proyek PLTA Batangtoru? Nasir Siregar, menginformasikan,  selama melakukan pengawasan orangutan sejak tahun 2000 hingga sekarang, di hutan Sibual-buali ada sekitar 20 hingga 21 individu orangutan, hutan Lubukraya 8 individu, blok Sipirok mulai dari Sarullah hingga Pahae, Tapanuli Utara, sekitar 80 individu. Menurut perkiraannya, di sekitar PLTA Batangtoru ada sekitar 15 hingga 20 individu.

Kata Nasir, menghitung jumlah orangutan tidak akurat bila berdasarkan jumlah sarang yang ditemukan. Bila musim hujan, satu individu orangutan bisa membuat  4 sarang.

Wanda Kuswanda, peneliti BP2LHK Aek Nauli, menjelaskan sangat sedikit orangutan yang menggunakan areal jelajah di lokasi proyek PLTA Batangtoru.

Sebelumnya, Firman Taufik menjelaskan PT NSHE membuka lahan seluas 122 hektare untuk membangun fasilitasnya, dalam Areal Penggunaan Lain (APL) di kawasan ekosistem hutan Batangtoru. Lahan itu hanya 0,07 persen dari luas keseluruhan kawasan hutan ekosistem Batangtoru yang mencapai 275 ribu hektare.

"Area itu sangat sempit sebagai habitat orangutan, karena dalam area 250-260 hektar pada ekosistem hutan Batangtoru hanya akan ditemukan dua-tiga individu orangutan saja," kata Wanda mengomentari areal APL yang digunakan PLTA Batangtoru.

Imran Siagian mengaku senang ada yang perduli membantu bibit untuk ditanam di kebunnya. Selama ini, kata Siagian, Orangutan sering datang ke kebunnya saat musim panen, untuk memakan durian, petai atau jengkol. "Ya rugi juga, pohon durian hanya ada beberapa batang, buahnya diambil pula sama Orangutan. Tapi kalau pohonnya banyak, gak mengapa kalau sebagian dimakan Orangutan waktu panen nanti," ujar Siagian

Imran Siagian.
Imran Siagian.
.

"Kalau kami pak, mendukung PLTA karena anak-anak kampung di sini bisa bekerja. Masyarakat juga dapat pembinaan, mulai soal pertanian, soal pengembangan ekonomi rumah tangga hingga pengetahuan konservasi dan mitigasi," kata Hutasuhut, pemuka masyarakat di Bulu Mario, Sipirok.

Di ujung percakapan, sebagian besar warga dan tokoh-tokoh masyarakat di Simarboru menyesalkan perilaku sejumlah LSM asing dan LSM lokal yang menjual isu lingkungan dan Orangutan di daerah mereka demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Sementara, LSM-LSM itu sendiri, jangankan memikirkan masa depan warga, memberi makan Orangutan itupun tak pernah. Makan Orangutan tetap dari kebun warga. Lalu, apa bedanya oknum-oknum itu dengan agen  isu lingkungan dan Orangutan penjilat dolar orang asing? Di mana nasionalisme Anda, Bung!  (***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun