Di tengah keringnya “keringat” dunia melukis, Razuardi Ibrahim alias Essex, mencoba menuntaskan karya lewat cairan cat aneka warna ke kanvas seni rupa. Hentakan spiritnya seperti suara gendang bertalu-talu.
----------------------------------------------------------------
Sulit menafikan kehebatan multitalenta Razuardi Ibrahim alias Essex dalam karya seni rupa. Pameran Tunggal dan Kritik Karya Rupa di Rumah Budaya Banda Aceh, Minggu (27/12), adalah bukti bagaimana seorang Essex begitu piawai mengubah kanvas putih menjadi ragam rupa tokoh-tokoh nasional dan dunia.
[caption caption="Senyum Essex di tengah Karya Rupa Aceh yang kian sunyi senyap."][/caption]Tokoh-tokoh nasional yang singgah di kanvas lukisan Essex di antaranya Jenderal Besar Sudirman, Bung Karno, Pak Harto, musisi Ahmad Dani, dan terselip Menteri Susi Pudjiastuti. Sosok Pak Dirman, misalnya, Essex merekam sebagai tokoh yang tiada pernah lelah mengabdikan diri kepada negeri ini. “Tiada gantimu, Pak Dirman,” tulis Essex di katalog lukisannya. Sedangkan Susi, tokoh perempuan kekinian, Essex menggambarkan sebagai simbol mandiri, cerdas, tegas dan tangguh.
Beda cerita Bung Karno dan Pak Harto. Dua Bapak Bangsa ini disejajarkan lukisannya dengan Mahatma Gandhi; Pak Harto di tengah, Bung Karno di sisi kiri, dan Gandhi di sisi kanan. “Mereka untuk bangsanya, ada yang melawan dengan kelembutan, ada yang persatukan Nusantara untuk berdaulat, ada yang berupaya ciptakan manusia seutuhnya. Karno, Harto, dan Gandhi, begitu kisah para bapak bangsa itu,” tulis Essex.
Dia juga melukis wajah Hitler, Mussolini, Lenin, Gorbachev, Khomeini, Arafat, Gamal Abdel Naser, Nelson Mandela, Abraham Lincoln sang penebus budak, hingga tokoh penghambat fasisme yaitu Stalin, Churchil, dan Rosevelt. “Membendung fasis yang kian mengukir sejarah, mereka sekongkol luluhlantakkan Herosima, kisahpun berganti di pertengahan abad 20 itu,” tulis Essex lagi.
Tak lupa, dari 25 lukisan yang dipamer, Essex menulari semangat kemanusian Lady Diana dalam rentak kuas aneka warna cat, penuh padu dengan beragam stigma yang dimunculkan. Dia menulis Diana pada potongan kata: penyaji kemanusiaan pemikat dunia; gapai hak menyinta dan dicintai; namun berakhir dengan misteri tragedi; ajal menanti di suatu hari; senyum dunia terusik hari itu. Sementara Marilyn Monroe dia inskripsikan sebagai: pesona zaman, enggan pupus dalam ingatan, terakui belum berbanding, manusia di dua abad.
Essex juga “menganvaskan” tiga tokoh solidaritas dunia dalam misi kemanusian di Aceh pascagempa-tsunami 26 Desember 2004. Mereka adalah Jacky Chan, Bill Clinton, dan Kofi Annan. “Ada gaung solidaritas di dua ribu lima ketika tsunami usai menghujam Aceh. Aneka warna kulit bukan aral samakan negroid, mongolid, dan kaukasoid. Hasrat sosial memupus makna ras yang kerap diusung pikiran politis. Ada bang Annan, warna kelam dari Ghana, juga Bung Billi, bule Amerika, tak ketinggalan Bung Jeki, kulit kuning mereka mendekap,” tulis Essex.
“Mengapa ada wajah saya di antara tokoh-tokoh ini? Ya, boleh dong, itung-itung sebagai jerih payah keringat saya melukis,” kata Essex sambil tertawa lepas ketika menjelaskan makna lukisan dirinya di antara tokoh dunia kepada Mayjen TNI Agus Kriswanto.
Agus Kriswanto adalah Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda (Pangdam IM). Dia merupakan tokoh yang didapuk membuka Pameran dan Kritik Karya Rupa Razuardi Ibrahim. Sebagai simbol pembuka pameran tunggal itu, Pangdam IM menabuh rapai dan menggunting pita menuju ruang pameran seluas hampir 200 meter persegi itu.
Agus ikut menorehkan goresan warna pada kanvas lukis untuk menjadi bahan demonstrasi melukis para seniman rupa di Aceh. “Saya beli lukisan ini Rp 20 juta,” kata Pangdam menunjuk goresan dasar tangannya untuk dituntaskan para pelukis kenamaan seperti Eko prasetyo, Rahmatsyah, dan pelukis Aceh lainnya. Aplaus pun datang dari pengunjung di arena pameran yang berlangsung dari 27 – 29 desember 2015.