Di Cirebon ada sebuah padepokan yang biasa menangani para calon anggota dewan yang gagal merengkuh kursi. Di asuh oleh Ustadz Ujang Bustomi, biasanya tempat ini ditujukan bagi orang-orang yang galau bahkan stress menghadapi hasil yang ada. Berbagai fasilitas yang ada disini di sini diantaranya mandi kembang dengan bacaan lantunan ayat suci Al-Quran, kamar khusus yang intinya untuk membantu menenangkan pasien dalam menerima segala hasil yang ada.
Dilansir dari Detiknews, "Kebanyakan dari mereka itu depresi. Karena tidak siap menerima kekalahan. Mereka minta untuk dibantu, kemudian kita berdoa agar lebih tenang lagi. Kita juga ingatkan, kalau politik itu hanya perhiasan dunia. Soal biaya, di sini gratis," kata beliau.Â
Adanya padepokan anti galau tersebut adalah salah satu contoh yang membuktikan, bahwa ternyata memang dalam berdemokrasi keputusan bersamalah yang menjadi penentu, sehingga para calon legislatif tersebut seharusnya kalau sudah siap menang, juga tentunnya harus siap kalah pula.
Maka dari itu kedewasaanlah yang memang diperlukan dalam mengemban amanat rakyat sebagai wakil mereka. Sekarang ini banyak yang beranggapan bahwa jabatan dapatdiraih dengan jalan yang instan, oleh karena itu tujuannya pun jadi melenceng, yakni dengan menjadikan jabatan yang diemban sebagai sarana intuk meraih kemakmuran sendiri.
Contoh, dari dulu samapai pemilu kemarin ini masih marak dengan money politic, atau bisa kita sebut dengan membeli suara. Coba kita logikakan misalkan saja satu kursi DPRD senilai dengan 1,560 suara berapa banyak uang yang harus dikeluarkan jika satu suara di hargai Rp.50.000,00. Untuk memperoleh semua suara tersebut? Berikut perhitungannya
1560 x Rp. 50.000,00 = Â Rp. 78.000.000,00Â
Jumlah yang tidak sedikit juga kan! Jumlah tersebut juga mungkin bertambah besar dengan segala pengeluaran lain yang ada.
Tetapi, dengan cara tersebut belum tentu juga menjamin kursinya aman, bisa saja malah kalah mengenaskan.
Maka dari itu, sebagai seorang yang nantinya berperan sebagai mandataris rakyat, hal-hal seperti ini memang harus sangat disadari, bahwa menjadi wakil dari rakyat bukan berarti menjadi bekuasa, justru malah sebagai pembantu rakyat. Sehingga sosok yang benar-benar di harapkan adalah sosok teladan, sosok yang kritis dan peka memandang atau menyikapi apa yang rakyat butuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H