Satu tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1 Oktober 2022 merupakan hari yang paling menyedihkan dalam persepakbolaan tanah air. Bahkan dunia.
Pada malam itu, terjadi kejadian yang mencekam di Stadion Kanjuruhan, Malang. Saat itu sedang ada pertandingan sepak bola Liga 1 antara klub kebanggan warga Malang yakni Arema FC yang menjamu rival abadinya, Persebaya Surabaya.
Pertandingan sepak bola yang seharusnya menjadi hiburan bagi penonton malah berujung tragedi yang menewaskan 135 orang. Dimana 44 orang diantaranya merupakan anak di bawah umur.
Setelah pertandingan berakhir dengan kemenangan untuk Persebaya Surabaya dengan skor 2-3, terjadilah kerusuhan. Mirisnya, kerusuhan ini terjadi antara pendukung Arema FC dengan aparat keamanan.
Dengan adanya berbagai macam hal yang janggal dari tragedi ini, muncullah tagar usut tuntas. Kini tagar itu mulai menghilang terbawa angin entah kemana.
Padahal, masih belum tuntas. Meskipun sudah setahun berlalu atau bahkan seribu tahun berlalu, duka mendalam dari keluarga korban tidak akan hilang. Hingga kini, keluarga korban masih terus mencari keadilan.
Tiga hari yang lalu (27/9), sejumlah keluarga korban kembali mendatangi Bareskrim Polri untuk mencari keadilan. Sementara sejumlah keluarga korban lainnya mendatangi kantor Kemenkopolhukam untuk menggelar aksi menuntut Tragedi Kanjuruhan diusut tuntas.
Kita yang tidak mengalami tragedi ini, mungkin tidak akan memahami bagaimana sedihnya keluarga korban. Mungkin kita akan baru paham sepenuhnya ketika kita ditinggal pergi selamanya oleh orang yang sangat kita cintai.
Bayangkan jika ibu, ayah, istri, suami, anak, atau siapapun yang kalian cintai meninggal dunia. Pastinya akan sedih, teramat sedih.
Juwariyah, seorang ibu yang anak ketiganya meninggal dunia akibat Tragedi Kanjuruhan mengatakan, "Seperti kiamat rasanya dunia ini. Saya akan berjuang sampai keadilan saya dapat." (Ig/panditfootball).
Saking tertekannya ditinggal pergi untuk selamanya oleh orang yang dicintai, bisa mengakibatkan kematian lainnya.
Cahaya, seorang anak yang ayah dan kakaknya meninggal dunia akibat Tragedi Kanjuruhan harus dibawa ke rumah sakit. Ia sakit karena teramat sedih dan tertekan berat atas kepergian ayah dan kakaknya, hingga pada akhirnya ia pun meninggal dunia.
Kematian memang adalah suatu hal yang pasti terjadi untuk setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia. Tapi bagaimana jika kematian itu berasal dari sebuah tragedi?
Sesungguhnya Tragedi Kanjuruhan ini tidak akan terjadi jika semua pihak yang terlibat bisa melakukan pencegahan. Tapi di kita itu pencegahan baru akan datang setelah peristiwa terjadi. Mungkin itu yang dimaksud dengan aneh tapi nyata.
Menurut temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), pihak-pihak yang terlibat dalam tragedi ini yaitu PSSI, PT LIB, panitia pelaksana, aparat keamanan, Security Officer, dan Suporter.
Melalui proses yang cukup panjang, bahkan sampai masuk ke tahap kasasi MA, akhirnya pada bulan lalu pihak-pihak tersebut sudah diadili. Sayangnya keputusan MA masih dianggap tidak adil oleh banyak orang.
Sehingga mendorong keluarga korban dan orang-orang yang bersimpati terus menurus mencari keadilan. Satu tahun Tragedi Kanjuruhan, belum tuntas!
"Kematian bukanlah tragedi, kecuali jika kita curi dari Tuhan hak untuk menentukannya." (Emha Ainun Nadjib, 1995).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H