Mohon tunggu...
Moh. Rizal Fauzi Hamzah
Moh. Rizal Fauzi Hamzah Mohon Tunggu... Lainnya - -

Seorang wayang yang ingin hidup bebas, namun teratur dan bermanfaat untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

MKRI: Sang Guardian of Constitution

23 Juli 2023   23:30 Diperbarui: 23 Juli 2023   23:31 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang besar. Memiliki lebih dari 17.000 pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Memiliki jumlah penduduk sebanyak 278,69 juta jiwa (BPS, Juni 2023), menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia.

Indonesia juga memiliki total 1.340 suku (indonesia.go.id), menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah suku terbanyak ke-2 di dunia. Memiliki total 720 bahasa (Ethnologue, 2023), sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah bahasa terbanyak ke-2 di dunia.

Persatuan menjadi kunci dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat di tengah-tengah keanekaragaman tersebut. Saling menghargai menjadi cara yang efektif dalam menghadapi perbedaan. Sebagaimana pepatah yang mengatakan, "Adanya sapu lidi mengingatkan betapa kuatnya persatuan. Adanya pelangi menggambarkan betapa indahnya perbedaan."

Dengan keanekaragaman tersebut, semestinya dimaknai sebagai kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan. Namun kenyataannya, seringkali menjadi awal mula terjadinya perselisihan yang berujung pada konflik berdarah.

Seperti konflik antara Suku Nduga dengan Suku Lani Jaya di Wamena tahun lalu yang mengakibatkan puluhan rumah ludes terbakar hingga timbul korban jiwa. Ada juga kasus konflik agama di Poso pada tahun 1998 hingga tahun 2001 yang mengakibatkan lebih dari 500 orang meninggal dunia hingga hampir 8000 rumah hancur.

Sehingga diperlukan hukum atau peraturan dalam menata tatanan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Namun, masih banyak orang yang melanggar hukum tersebut. Bahkan, peraturan atau Undang Undang (UU) yang sudah ada pun terkadang menjadi perdebatan dan perlu melakukan pengujian ulang.

Berkaitan dengan pengujian UU (judical review), Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan lembaga tinggi negara yang memiliki kewenangan tersebut. Berdasarkan UUD 1945 pasal 24C ayat (1), Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban.

Empat kewenangan MK tersebut yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Sedangkan kewajiban MK yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) terbentuk pada tanggal 13 Agustus 2003. Itu artinya sudah dua dekade mahkamah ini berdiri. Dalam perjalanannya, MKRI telah melewati berbagai halangan dan rintangan. Eksistensinya hingga saat ini menandakan bahwa MKRI masih dibutuhkan dan dipercaya oleh masyarakat.

MKRI memiliki peranan yang sangat vital dalam konstitusi di negara ini. Selama 20 tahun berdiri, MKRI sempat mengalami kejadian yang mencedrai citra mahkamah. Ini akan menjadi catatan yang akan terukir abadi, namun dapat juga menjadi bahan untuk refleksi agar MKRI kedepannya bisa lebih baik lagi.

Peran MKRI

1. The Guardian of Constitution

MKRI memiliki peran utama sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution) agar terciptanya penegakkan prinsip konstitusionalitas dalam hukum. Melalui wewenangnya dalam menguji dan menilai undang-undang terhadap UUD 1945, maka MKRI dapat memutuskan apakah undang-undang tersebut dapat dijalankan atau tidak.

2. The Guardian of Democracy

MKRI juga memiliki peran untuk menjaga demokrasi (the guardian of democracy) di Indonesia agar tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional. Sebagai lembaga peradilan, MKRI bisa menjadi wadah bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan.

3. The Protector of Citizen's Constitutional Rights

Melalui judical review, diharapkan tidak ada lagi produk hukum yang melenceng dari konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga dapat terjaga (the protector of citizen's constitutional rights).

4. The Guardian of Equilibrium

Sebagai lembaga yudikatif, MKRI menjadi penyeimbang kekuasaan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif. Jika melihat kekuasaan di lembaga eksekutif dan legislatif saat ini, ternyata dipimpin oleh partai politik yang sama. Agar kekuasaan tidak berat sebelah, maka MKRI akan menjadi penyeimbangnya sehingga diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

Catatan dan Harapan untuk MKRI

Melansir laman mkri.id, hingga sejauh ini Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memutuskan total sebanyak 3.506 perkara. Atau jika dirata-ratakan maka terdapat 14 hingga 15 putusan setiap bulannya. Tentu saja ini merupakan catatan yang patut diapresiasi.

Namun, dibalik kesuksesan tersebut MKRI pernah mengalami sisi gelap. Pada tahun 2013 yang lalu, masyarakat dihebohkan dengan adanya kasus suap kepada hakim MK yang juga menjadi ketua MK pada saat itu, Akil Mochtar. Selain itu, pada tahun 2017 juga terjadi kasus suap terhadap hakim MK Patrialis Akbar.

Kedua kasus ini sempat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap MKRI. Saya masih ingat ketika kasus ini sedang heboh-hebohnya, masyarakat di sekitar saya banyak yang mengemukakan kekecewaannya terhadap MKRI. Ada yang mengatakan, "Harus mencari keadilan kemana kalau ketua MKnya saja disuap?". Ada juga yang mengatakan "Hukum bisa dibeli dengan uang." dan masih banyak ungkapan kekecewaan lainnya.

Guru saya pernah berkata bahwa menjadi hakim tidak cukup hanya menjunjung keadilan saja, tapi juga harus bisa bersikap jujur dan bijaksana. Sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini, seorang hakim harus bertindak benar. Begitu pula dengan hakim MK yang terlibat langsung dalam menata tatanan negara.

Dilihat dari laman mkri.id, hakim MK berjumlah 9 orang dengan rincian 3 orang dipilih oleh presiden, 3 orang dipilih oleh DPR, dan sisanya dipilih oleh MA. Presiden dan DPR sangat erat kaitannya dengan partai politik. Sehingga jangan sampai hakim yang dipilih oleh presiden dan DPR diintervensi oleh partai politik.

MKRI harus memiliki independensi yang kuat sehingga bebas dari campur tangan partai politik atau pihak eksternal yang lainnya. Selain itu, juga harus memiliki integritas yang baik dengan menjunjung tinggi etika dan moralitas.

Semoga dihari jadi yang ke-20 tahun ini, MKRI bisa memainkan perannya dengan baik, adil, jujur, bijaksana, independen, dan berintegritas. Semoga MKRI menjadi lembaga yang lebih baik lagi kedepannya.

Catatan dan harapan ini murni sebagai pendapat pribadi. Bukan sebagai bentuk kebencian, tetapi sebagai bentuk kepedulian saya terhadap MKRI. Itulah beberapa catatan dan harapan saya sebagai warga negara Indonesia untuk MKRI. Bagaimana dengan harapan kalian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun