Mohon tunggu...
Moh. Ariful Munir
Moh. Ariful Munir Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMKS Mabdaul Ma'arif Jombang, Jember

Saya seorang guru bahasa Indonesia yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Huru-Hara

4 September 2022   21:49 Diperbarui: 4 September 2022   21:57 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Alam membuka mata
Melihat kutu-kutu menghisap darah
di ubun-ubun negeri ini 

Tangan yang semula untuk menangkap kutu,
malah membantu menyibakkan rambut
yang melindungi ubun-ubun 

Otak negeri ini mengering
Syaraf negeri ini lumpuh
Negeri ini sedang sekarat.

Seribu satu janji disebarkan
Seribu satu undang-undang disahkan
untuk menjerat kutu-kutu
tapi sayangnya, semua itu hanya iklan televisi. 

Buktinya, negeriku bertambah sengsara. 

Saat ubun-ubun mengering
dan rambut mulai rontok,
Ku kira kutu-kutu itu akan mati
tapi, mereka melompat dengan indah
berpindah dari dunia atas ke dunia bawah
ya, mereka sekarang bersarang di jembut. 

Kutu-kutu itu tak peduli
dimana mereka menjajah
Asal perut kenyang, apapun dilakukan

Tangan yang seharusnya meringkus mereka
hanya bisa menggaruk-garuk
hanya sebagai bukti mereka berguna.

Jika tangan tak lagi bisa meringkus kutu-kutu itu,
siapa yang akan meringkusnya?
kaki?
mata?
bibir?
atau telinga?

Mungkin hanya doa yang bisa membuat keajaiban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun