Tan Malaka, mungkin yang langsung kebayang itu sosok pejuang yang penuh dengan ide. Tapi jujur, pas baca bukunya yang berjudul "Naar de Republiek Indonesia", gua ngerasa kayak lagi ngobrol sama seseorang yang visioner yang keberaniannya jauh di depan zamannya. Buku ini bukan cuma sekadar manifesto politik, tapi juga semacam panduan buat generasi muda yang kepo gimana caranya membangun negara dengan otak yang kritis dan hati yang membara.
Kalau ngomongin namaPemahaman Radikal yang Relevan Buat Hari Ini
Pertama-tama, kita harus ngerti kalau Tan nulis buku ini di masa-masa kolonial, pas Indonesia masih jadi ladang eksploitasi Belanda. Tan dengan gamblang ngajak orang Indonesia buat mikir: "Eh, ini negara mau sampai kapan jadi jongos penjajah?" Salah satu kutipan yang bikin gua merinding adalah:
“Bangunlah sebuah negara dengan kepala yang cerdas, bukan dengan otot belaka. Karena hanya dengan ilmu dan kesadaran, kemerdekaan bisa bertahan selamanya.”
Kalau dipikir-pikir, relevansi ucapan ini gila banget. Di era sekarang, kita memang udah nggak dijajah secara fisik, tapi apa iya mentalitas kita udah sepenuhnya merdeka? Lihat aja gimana generasi muda sering kali terlalu fokus ke hal-hal konsumtif, kayak ngejar tren media sosial atau barang branded, tanpa sadar kita sebenernya masih "dijajah" sama kapitalisme global. Jadi, pesan Tan tentang pentingnya kesadaran ini masih cocok banget buat kita.
Visi Republik: Nggak Cuma Soal Kemerdekaan
Buku ini ngajarin bahwa perjuangan merdeka itu nggak berhenti di proklamasi. Tan Malaka nggak cuma mikirin gimana caranya Indonesia lepas dari Belanda, tapi juga ngebayangin republik yang adil dan makmur buat semua rakyatnya. Dia ngebahas soal ekonomi, pendidikan, dan keadilan sosial dengan cara yang lugas.
Contohnya, Tan bilang:
“Ekonomi rakyat harus menjadi tulang punggung republik. Tanpa kemandirian ekonomi, kita hanya akan menjadi boneka dari kekuatan asing.”
Sebagai anak muda, gua ngerasa ini adalah pengingat keras buat pemerintah dan kita semua. Masalah kayak ketergantungan sama utang luar negeri, impor pangan, sampai ketimpangan ekonomi yang makin parah tuh sebenernya udah dibahas sama Tan sejak lama. Jadi, kalau ada yang bilang ide-ide dia udah basi, itu karena kita yang nggak pernah belajar dari sejarah.
Bahasa dan Gaya Penyampaian yang Kuat