Salah satu yang menarik dari perlawanan Susno Duaji yang terakhir adalah daftar dosa penyidik (Harian Fajar: 12/05/2010), dan ketidakindependenan tim independen yang seluruhnya anggota POLRI yang cuman berlainan unit. Peluru Susno ini tentu saja untuk memberi kesan bahwa tim penyidiknya memang tidak kredibel, pernah tersandung kasus tertentu, dan juga tidak independen atau tidak terbebas dari kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Tjiptono yang Kepala Penyidik misalnya seperti yang disitir Harian Kompas tentang protes komisi II DPR pernah dicopot sebagai kapolwil Bogor akibat kasus pelecehan seksual terhadap atas dua staf perempuan yang bekerja di Mapolwil Bogor, yakni MM dan Brika ER. Arsip berita ini dapat di baca di Majalah Gatra dan Portal Detik. Lalu bagaimana dengan Mathius Salempang yang memimpin tim independen? Tim Pembela Susno menuturkan jika Mathius pernah bertugas di unit yang menangani kasus Arwana ketika belum dipermasalahkan seperti sekarang sehingga dianggap terdapat konflik kepentingan. Dari penelusuran rekam jejaknya pun tampak baik dan kinclong, karir Mathius pun melesat pasca menggiring "Muchdi PR" sebagai tersangka dalam "Kasus Munir", meski kemudian MA membebaskan Muchdi dari segala tuntutan, yang juga menarik dari kasus tersebut ternyata jaksanya juga sama "Cirus Sinaga", jaksanya kasus Gayus dan Antasari. Dari sini, Cirus tampaknya jaksa spesialis untuk menangani kasus-kasus istimewa. Kembali ke Mathius, tidak banyak arsip berita istimewa yang menyandungnya kecuali soal bantah-bantahan dengan Ongen (tersangka kasus Munir) yang mengaku diancam paksa oleh tim Mathius (Harian SIB). Mathius juga pernah terekam VIVAnews sebagai pejabat terkaya di Sulsel ketika menjabat Kapolda. Mathius Salempang menjadi pejabat terkaya di Sulsel dengan jumlah kekayaan mencapai lebih dari Rp 9,1 miliar: Harta tidak bergerak mencapai Rp 5,2 miliar, harta yang bergerak dan kekayaan lainnya sekitar Rp 3,7 miliar ,dan ditambah dengan kekayaan USD 59,842. Yang menarik tentang Mathius justru diulas oleh Majalah Mahkamah Edisi 4 Januari 2009 lalu mengulas "Tim Presiden SBY" yang sedang mendapat durian runtuh pasca membereskan Muchdi, sebagimana kutipan berikut: Suksesnya tim Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menjadikan Muchdi sebagai tersangka, membuahkan banyak keberuntungan bagi anggota reserse yang dikenal dengan sebutan "Tim Munir" tersebut. Tim yang dipimpin mantan Kepala BiroAnalis Bareskrim Polri, ketika itu masih Brigjen Polisi Mathius Salempang itu, kini hampir semuanya pada kebagian promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Apresiasi paling kecil bagi personil polisi yang masuk dalam "Tim Munir" ini dengan mendapat kesempatan mengikuti pendidikan, baik untuk tingkatan Sespim bagi yang berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) dan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBp). Sedangkan bagi anggota tim yang berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi yang mendapat promosi menjadi Direktur Reserse di Polda, Kepala Polisi Wilayah (Kapolwil,) atau paling kecil mengikuti pendidikan setingkat Sespati . Sumber Mahkamah yang menjadi anggota Tim Pancari Fakta (TPF) Munir menceritakan, polisi yang menyidik kematian Munir itu disebut "Tim Presiden SBY" untuk Munir . Mengapa demikian ? Dijawab oleh sumber Mahkamah bahwa Bareskrim Polri yang melakukan penyidikan atas rekomendasi TPF, bahan-bahannya itu sumir semua. Jadi, penyidikan polisi itu semua berdasarkan asumsi-asumsi, rekarekaan dan dugaan-dugaan. Ditambahkan, ketika menjadi anggota TPF, timnya bekerja berdasarkan informasi satu pintu, yaitu Presiden SBY. "Bahan-bahan dan informasi itu semua dari Presiden BEY, kemudian kami olah satu persatu. Setelah itu baru dilakukan cross cheking ke berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Tidak tertutup kemungkinan bahan-bahan polisi juga dari Presiden," ujar sumber Mahkamah. "Jadi, praktis kerja TPF tidak ada apa-apanya, bahkan dibilang buntu sama-sekali, karena tidak punya bahan. Rekomendasi TPF yang bahan-bahannya dari Presiden itulah yang kini dipakai polisi dan jaksa untuk menjerat Muchdi sebagai aktor pembunuh Munir. Ini benar-benar lucu dan menggelikan sekali, karena kacamata yang digunakan penyidik dan jaksa bukan kacamata hukum, tetapi kacamata politik dan kekuasaan ". Dicontohkan, ketika melakukan tugasnya, TPF kadang- kadang menemui jalan buntu, karena tidak punya bahan. Dalam kebuntuan seperti itu, sering datang kurir dari Istana Negara memberikan bahan kepada kami. Artinya, kerja TPF ini diawasi dan dipantau oleh istana. Buktinya, istana bisa tau kami mengalami kesulitan di lapangan. "Dengan demikian, anda jangan heran kalau para penyidik yang saja sebut "Tim Presiden SBY" tersebut, sekarang pada kebagian promosi jabatan atau naik pangkat semua. Kalau ada anggota tim yang belum kebagian promosi jabatan atau kenaikan pangkat, itu hanya masalah waktu saja. Pada akhirnya nanti kebagian juga kok," kata sumber. Tengok saja, Ketua "Tim Presiden SBY" untuk Munir, Matihus Salempang. Penerima pedang Adhimakayasa lulusan Akademi Kepolisian (AkpoI) tahun 1981 itu kini telah memikul pangkat bintang dua di pundaknya. Bila sebelumnya, rekor bintang dua termuda polisi disandang Irjen Polisi N Allan Sukrana, kini Kapolda Sumatera Utara dan Irjen Polisi Timur Pradopo, kini Kapolda Jawa Barat---sama lulusan Akpol 78, maka Mathius kini telah dipromosikan menjadi bintang dua termuda di polisi dengan jabatan Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Budaya, menggantikan Timur Pradopo. Namun demikian, Mathius Salempang, bukanlah petinggi polri dari "Tim Presiden SBY " untuk Munir pertama dapat promosi dan kenaikan pangkat. Sebelum Mathius, petinggi polisi yang sudah lebih dulu mendapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat adalah Kapolri Bambang Hendarsu Danuri, yang sebelumnya Kepala Bareskrim Polri. Kabarnya, salah satu prestasi paling menonjol Bambang ketika menjadi Kabareskrim, sehingga mendorongnya menjadi Kapolri adalah keberhasilan menjadikan Muchdi sebagai tersangka. Naiknya Bambang menjadi Kapolri otomatis mendorong gerbong mereka yang masuk "Tim Presiden SBY" untuk Munir, seperti Mathius Salempang dan anggota tim lainnya. Bahkan diperkirakan tidak terlalu lama lagi Mathius akan melepaskan jabatan Staf Ahli Kapolri bidang Sosbud, karena jabatan ini hanya hanya batu loncatan untuk mendapatkan bintang dua. Bila tidak ada aral melintang, Mathius akan menduduki pas bintang dua yang sangat bergengsi. Dari bisik-bisik di kalangan pati Markas Besar (Mabes) Polri, Mathius akan menjadi Wakil Kepala Bareskrim, atau Kapolda di Polda tipe A, sebuah jabatan prestisius yang hanya diduduki perwira tinggi bintang dua senior. Namun kabar paling anyar, Kapolri menyiapkan pos Wakabareskrim akan ditempati olek Kapolda Riau, Brigjen Polisi Sudiatmoko, yang dianggap berhasil membongkar praktek perjudian yang beromset milyaran rupiah di provinsi itu menggantikan Irjen Polisi Paulus Purwoko. Lalu bagaimana "Tim Presiden SBY" dalam kasus Susno. Satgas Anti Mafia Hukum yang awalnya galak mengawal kasus Gayus tampak mengambil posisi berbeda menyikapi kasus Susno, padahal awalnya tim ini pulalah yang membuat POLRI berbalik arah dan menjilat ludah sendiri setelah menyatakan penanganan kasus Gayus tidak bermasalah, dan kemudian akibat nyanyian Susno menjadi terbukti bermasalah. Presiden SBY melalui jubirnya memang sudah menganggap tim independen yang sekarang sudah professional (Detik, 07/05/2010). Jika tim terdahulu dengan komandan yang sama -Mathius Salempang- belum mampu menjerat dan memenjarakan Muchdi, bilakah tim sekarang akan bernasib yang sama? Jika tim tak tersandung sebagaimana sang pelanduk, maka Susno akan hijrah dari Kelapa Dua ke Cipinang. Benarkah demikian skenario yang diinginkan? Semuanya terpulang kepada "Tim Presiden SBY" lainnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H