Pembangunan infrastruktur juga tidak kalah penting dengan penguatan sistem pertahanan, karena keduanya saling bergantung sehingga perlu diperhatikan bersama.
Semisal pada sektor infrastruktur darat, pembangunan jalur rel kereta api maupun jalan tol sangat berguna untuk mempermudah dan mempercepat mobilitas pengangkutan pasukan maupun kendaraan dan alutsista militer darat.
Kendaraan lapis baja seperti tank maupun yang lain, akan lebih cepat jika diangkut dengan kereta maupun melalui jalan tol. Tetapi, itu hanya berlaku jika infrastrukturnya sudah siap.
Pembangunan bandar udara sipil juga dapat difungsikan sebagai markas dari pesawat dan helikopter militer ketika keadaan sangat diperlukan. Selain itu, juga dapat difungsikan sebagai markas komando dan mobilitas pasukan beserta peralatan tempurnya.
Menjadi pertanyaan, akan ditaruh di mana puluhan pesawat dan helikopter militer jika tidak ditempatkan di bandara? Karena di sanalah infrastruktur pendukungnya telah memadai.
Pelabuhan-pelabuhan yang dibangun, tentunya dapat difungsikan sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal militer. Sama seperti bandar udara, pelabuhan juga dapat difungsikan sebagai markas komando dan mobilitas pasukan beserta peralatan tempurnya.
Mau ditaruh di mana puluhan bahkan ratusan kapal militer dari berbagai ukuran dan jenis jika tidak di pelabuhan?
Perlu diingat, saat ini wilayah Indonesia sedang 'dikepung' oleh kekuatan militer dari banyak negara.
Di sebelah selatan terdapat Australia, sekutu Inggris dan Amerika Serikat. Ketiga negara tersebut membentuk pakta pertahanan bernama AUKUS (Australia, United Kingdom, & United States), yang salah satu kesepakatannya adalah Inggris dan Amerika Serikat akan membantu Australia dalam pembuatan kapal selam nuklir.
Kemudian ada pakta pertahanan FPDA (Five Power Defence Arrangements) yang beranggotakan Inggris, Australia, Selandia Baru, Malaysia, dan Singapura. Dengan kesepakatan bersama untuk saling membantu apabila terjadi serangan dari luar kepada Malaysia ataupun Singapura.
Di sebelah utara Indonesia terdapat China, negara yang sedang bangkit dari 'tidur lamanya'. Dengan kekuatan militer yang besar, China berani mengklaim secara sepihak wilayah Laut China Selatan yang melintasi banyak negara di ASEAN sebagai wilayahnya berdasarkan Nine Dash Line (sembilan garis putus-putus).