Saat ini, untuk bisa menjadi negara yang kuat, tidak hanya soal fokus pada ekonomi, melainkan juga infrastruktur dan pertahanan.
Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara yang kuat apabila negara tersebut memiliki fasilitas infrastruktur yang memadai serta pertahanan yang kuat.
Tentunya kedua hal tersebut tidak bisa lepas dari faktor ekonomi yang dapat memberikan dampak besar pada pembangunan kedua sektor tersebut.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap pemerintahan yang sedang berjalan, terdapat fokus-fokus kebijakan yang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya.
Ada yang memfokuskan pada penguatan sistem pertahanan (militer), ada juga yang memilih fokus untuk membangun infrastruktur terlebih dahulu. Kedua kebijakan tersebut tidak sepenuhnya salah, karena masing-masing pemerintahan memiliki tujuan yang sama baiknya untuk bangsa dan negara.
Artikel ini ditulis berawal dari beberapa bulan yang lalu, penulis menemukan komentar dari seorang netizen di media sosial. Kira-kira seperti ini, "Akibat terlalu fokus pada infrastruktur, bukan di pertahanan."
Penulis seketika berpikir saat membaca komentar itu, namun setelah penulis pahami dan temukan beberapa alasan, kebijakan tersebut tidak sepenuhnya salah.
Sudah hampir delapan tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo berjalan, dan sisa dua tahun lagi akhir jabatannya. Menurut penulis, kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo selama ini cenderung untuk fokus pada sektor infrastruktur daripada pertahanan dalam konteks ini.
Beberapa alasan untuk menerapkan kebijakan tersebut seperti: untuk melakukan pemerataan pembangunan di seluruh daerah, mempermudah konektivitas antardaerah, mempermudah akses barang maupun orang, menurunkan biaya logistik, hingga meningkatkan daya saing terhadap negara lain.
Pengerjaan infrastruktur yang dilakukan bukan hanya membangun dari awal, melainkan juga melanjutkan pekerjaan dari pemerintahan sebelumnya yang belum selesai, serta juga melakukan renovasi dan revitalisasi pada sektor infrastruktur tertentu.