Setiap manusia pasti akan mengalami kematian, hanya saja kita tidak tahu kapan kematian itu datang. Dalam masyarakat Jawa, mengenal tradisi dalam memperingati hari kematian. Tradisi tersebut berupa selamatan yang sudah diturunkan secara turun temurun, bahkan sampai sekarang tradisi tersebut masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa.
Tradisi selamatan kematian dalam masyarakat Jawa dimulai setelah pemakaman selesai, yang pada malam harinya, keluarga, kerabat dekat, maupun masyarakat sekitar berkumpul di rumah duka untuk mendoakan, membaca Surat Yasin dan tahlil, serta memohonkan ampunan kepada Tuhan untuk saudara yang baru saja meninggal. Tradisi peringatan kematian ini dilakukan sampai peringatan kematian yang ke seribu hari atau nyewu.
Mendhak Pindho atau selamatan setelah dua tahun kematian, selamatan ini memiliki filosofi makna tertentu yaitu untuk menyempurnakan semua kulit, darah, dan semacamnya. Pada saat itu jenazah sudah hampir luluh, tinggal tulangnya saja.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan:
Kegiatan ini dilakukan oleh para lelaki, berupa pemasangan batu nisan atau melakukan pencandian pada kuburan orang yang diperingati hari kematiannya. Ini dilakukan oleh anggota keluarga dan kerabat dekat dari orang yang diperingati hari kematiannya. Namun, juga terdapat masyarakat sekitar yang ikut dalam kegiatan ini.
Sedangkan para wanita anggota keluarga maupun kerabat dekat dari orang yang diperingati hari kematiannya berkumpul di rumah duka. Masyarakat sekitar juga ikut dalam kegiatan ini. Mereka membuat makanan untuk weweh, kenduri, konsumsi pengajian di malam hari, dan konsumsi para lelaki yang gotong-royong di kuburan.
Ini tampilan dari weweh yang dibagikan kepada masyarakat sekitar rumah orang yang diperingati hari kematiannya. Terdiri dari : nasi, kerupuk, bihun, daging ayam, dan telur. Weweh ini dibagikan pada siang hari, dengan diantarkan langsung ke rumah.
Ini adalah kegiatan kenduri yang dilaksanakan pada sore hari dan dihadiri langsung oleh sebagian masyarakat. Pada acara ini, biasanya perwakilan dari orang yang punya ewuh-ewuh (acara) akan duduk berdekatan dengan Pak Modin (orang yang memimpin sekaligus membacakan doa pada acara ini). Durasi untuk kegiatan kenduri ini cukup singkat, sekitar 15 menit.
Ini adalah tampilan dari kenduri, terdiri dari: beras, mi instan, teh, gula pasir, dan telur.Â
Ini kegiatan pada malam hari selepas salat Isya, yaitu kegiatan pengajian, membaca Surat Yasin dan tahlil. Sekaligus pembacaan doa yang dipimpin oleh seorang ustaz. Dihadiri oleh anggota keluarga, kerabat dekat, dan masyarakat sekitar. Acara berlangsung selama lebih dari 1 jam.
Alasan pihak keluarga melakukan kegiatan itu karena kegiatan tersebut sudah turun-temurun, apalagi pihak keluarga juga cukup kental akan Islam Kejawennya. Seperti: melakukan nyadran, kenduri, maupun selamatan kematian (anggota keluarga terdahulu). Selain itu, karena keinginan untuk berbagi, dan untuk mendoakan anggota keluarga yang sudah meninggal dunia agar diampuni segala dosanya oleh Tuhan, diterima semua amal ibadahnya, serta mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.
Dalam hal ini, makna kematian bagi orang Jawa mengacu kepada filosofi Kejawen sangkan paraning dumadi yang berarti (dari mana manusia berasal dan akan ke mana dia kembali).Â
Kegiatan selamatan kematian melibatkan banyak orang, mulai dari pihak keluarga, kerabat dekat, dan juga masyarakat sekitar. Selain itu kegiatan tersebut juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Serta terdapat alasan yang kuat untuk mengadakan kegiatan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H