"Mengapa?" tanya Hana.
Marcus tidak menjawab, dia langsung pergi menjemput kedua anaknya.
Beberapa hari kemudian, pagi hari di taman istana, Marcus menerima telepon dari Alex, katanya Ahriman kembali berulah. Lagi-lagi, dia dan kelompoknya melarang pendirian rumah ibadah untuk kedua kalinya.
Mendengar kabar itu, Marcus darahnya mendidih. Dia betul-betul marah hari itu. Dia dan Alex lalu mendatangi rumah Ahriman di siang hari. Sesampainya di sana, amarahnya masih meledak-ledak.
"Maksud kamu apa!" tanya Marcus.
"Maaf, apa maksud Tuan?" Ahriman bertanya seolah tak terjadi apa-apa.
"Halah, tidak usah pura-pura tidak tahu! Kamu dan kelompokmu itu melarang pendirian rumah ibadah Suku Barat," ucap Marcus.
"Maaf, Tuan. Saya lakukan itu karena di sini mayoritas Suku Timur. Selain itu, karena mereka minoritas di sini. Saya khawatir pendirian rumah ibadah mereka mengganggu kami, Tuan." Ahriman menjelaskan.
Tiba-tiba Marcus menampar Ahriman dengan keras hingga tersungkur.
"Kurang ajar kamu! Begitu saja kamu khawatir? Orang macam apa kamu ini!" ucap Marcus disertai tamparan kedua.
"Sabar, Tuan, sabar." Alex mencoba menenangkan tuannya.