Orang dengan gejala sering memikirkan sesuatu secara berlebihan di malam hari disebut "Overthinking", perasaan emosional yang berubah secara mendadak katanya "Mood Swing", krisis jati diri yang terjadi di umur 20an dibilangnya "Quarter Life Crisis", dan masih banyak keadaan dengan penyebutan berbeda. Tujuan hal seperti itu diberikan nama sebenarnya baik, selain karna hasil penelitian dan penemuan, kita juga bisa dengan mudah mengenali dan mengetahui cara mencegah atau menyembuhkannya.Â
Masalahnya, di dunia dengan kemajuan teknologi, salah satunya adanya media sosial, orang-orang tidak lagi mencari kebenaran, melainkan mencari pengakuan atas apa yang menurut mereka benar, mereka hanya cukup mengetahui informasi secara teks tapi tidak secara konteks.Â
Seperti yang saya sebutkan diatas mengenai beberapa keadaan yang memiliki penyebutan nama, orang-orang bukannya keluar dari keadaan itu (overthinking, mood swing, quarter life crisis, dll), mereka malah menciptakan circle kebenaran yang mereka tinggali dengan rasa percaya diri, menganggapnya biasa karna banyaknya pengakuan dan mengakui sedang atau pernah mengalami.Â
Sialnya! saya pun juga terpengaruh, itulah kenapa akhir-akhir ini saya seperti merasa tidak hidup dimana-mana, hanya menjadi bagian dari serangkaian inkonsistensi algoritma. Jangankan mencoba mengenal orang lain lebih dekat, diri sendiri saja saya anggap cuma tubuh yang memiliki nama dari pemberian orang tua. Sebagai manusia terbatas yang kebingungan menemukan jawabannya, saya hanya berusaha hidup selama yang saya bisa, menjadi bagian dari sejarah baik dan buruk, menuju kematian dengan tenang tanpa perlu meninggalkan apa-apa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H