Suvei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS bulan Februari 2021 menyebutkan 29,59 persen dari penduduk yang bekerja, ada di sektor pertanian. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan posisi Februri tahun 2020 penduduk yang bekerja di pertanian 29,23 persen. Sakernas Februari 2021 juga menyebutkan bahwa pekerja bebas di sektor pertanian mengalami kenaikan dari 3,74 persen di Februari tahun 2019 menjadi 4,61 persen saat Februari 2021.
Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) BPS tahun 2018 menuliskan bahwa ada 27,68 juta rumah tangga yang melakukan usaha pertanian, kalau dihitung dengan anggota rumah tangganya maka ada sekitar 98 juta jiwa penduduk Indonesia yang tergantung hidupnya pada pertanian, atau sekitar lebih dari 30 persen dari penduduk Indonesia. Jika dilihat dari komoditas yang diusahakan, maka padi merupakan komoditas yang paling banyak diusahakan yaitu sekitar 13,15 juta rumah tangga atau 47,5 persen. Sedangkan hortikultura digeluti oleh 10,1 juta rumah tangga atau 36,48 persen.
Selanjutnya pertanian juga tidak lepas dari pengaruh sosial budaya masyarakat setempat. Berbagai karakter lokal mewarnai proses bisnis kegiatan pertanian. Karakter-karakter tersebut tumbuh sebagai akibat kondisi lahan, geografis, keyakinan agama ataupun kondisi alam lainnya. Karakteristik di Jawa berbeda dengan di Sumatera, dengan letak geografis relatif lebih terjangkau di Pulau Jawa, maka kegiatan pertanian dapat dilaksanakan secara teratur dan terpola. Sementara di luar Jawa akan sangat mungkin tidak bisa terpola dengan baik. Seperti di Pulau Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan sekitarnya) dan Kalimantan, pola kegiatan relatif tergantung dengan kondisi produksi kelapa sawit. Karakter-karakter lokal tersbut juga mempengaruhi pada sikap para petani terhadap prinsip usahanya, mereka cenderung menjadi petani subsisten.
Karakter pertanian juga akan dipengaruhi oleh kondisi “tentative” pada suatu waktu, seperti sekarang ini semua berkiblat pada covid-19. Pertanianpun demikian, dengan tuntutan berbagai keterbatasan, maka pertanian harus juga mengikuti aturan tersebut. Kondisi tentative lainnya adalah adanya tuntutan kenaikan produksi di suatu wilayah untuk menutupi kekurangan wilayah lain, food estate merupakan bagian dari alternative solusi menjawab kondisi ini.
Dari sisi regulasi, sudah banyak regulasi yang dilahirkan untuk mendukung peningkatan produksi pertanian. Program-program guna peningkatan produktivitas pertanian diluncurkan ke daerah, namun efek dominonya belum dapat dinikmati. Salah satunya mungkin karena petani akan berhenti menanam suatu komoditas pada saat program komoditas tersebut selesai.
Pertanian juga mendapat bantuan dari para akademisi sehingga produksi pertanian dapat ditingkatkan. Akademisi dengan lembaga penelitiannya berlomba untuk membantu lembaga pertanian, namun dengan kondisi yang kurang relevan, seperti Kampus Universitas Bengkulu (UNIB) menghasilkan varietas kedelai unggulan Devatra 1 dan 2, namun kurang signifikan mengingat petani kedelai Bengkulu relatif rendah.
Petani Berorientasi pasar
Agar pewaris negeri ini masih dpat menikmati pertanian, maka perlu kiranya dilakukan pemanfaatan SDA pertanian secar bijak. Petani perlu memperhatikan kondisi lahan “garapannya”, tanaman tegakan yang ada jangan dirobohkan. Jadikan tanaman tegakan menjadi pengokoh kekuatan tanah dalam menahan laju derasnya air saat musim hujan, sehingga terhindar dari banjir ataupun longsor.
Sektor pertanian diharapkan dapat menjadi penopang pertumbuhan secara positif. Kenaikan kebutuhan bahan makanan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi. Konsep pertanian modern dan cerdas (smart farming) sangat diharapkan peranannya dalam peningkatan pertumbuhan pertanian. Harga produk pertanian memihak pada petani sehingga menjadikan peningkatan pendapatan petani. Para pelaku usaha pertanian akan menerima dampak positif dari perkembangan di sektor pertanian.
Kondisi-kondisi lokal suatu wilayah dapat menjadi pendorong terwujudnya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Memicu terjadinya peningkatan pendapatan petani yang pada akhirnya peningkatan kesejahteraan petani akan nyata. Diharapkan jumlah rumah tangga petani gurem dapat dikurangi secara signifikan. Tahun 2018 jumlah rumah tangga petani Gurem mengalami kenaikan sangat berarti jika dibanding kondisi 2013, yaitu dari 14,24 juta di 2013 dan 15,81 juta naik 10,95 persen
Kegiatan pertanian berupa budi daya suatu komoditas tidak hanya bergantung pada program pemerintah. Semangat petani dalam menanam komiditas tertentu pasca bantuan tetap terjaga.