Para guru besar tersebut setuju bahwa adalah tidak etis apabila dosen dari perguruan tinggi negeri membela kepentingan korporasi. Apalagi jika ada motivasi kesaksiannya sebagai sumber mata pencarian.Â
Sebab, pada dasarnya mereka tengah menghadapi negara, yang memberinya gaji, anggaran penelitian, serta fasilitas kerja. Semestinya, setiap dosen selalu mengaitkan pengabdiannya kepada kebajikan publik dengan tanggung jawab membela kepentingan orang banyak.
Kerisauan para guru besar ini adalah kerisauan kita bersama. Hari-hari ini, kepakaran dan keahlian para akademisi telah menjadi semacam "komoditas" dalam "pasar" yang semakin spesifik. Sulit untuk mengabaikan faktor peningkatan finansial yang signifikan sebagai motif utamanya.Â
Jika praktik ini terus berlangsung, maka akademisi akan semakin berjarak dengan kepentingan khalayak ramai. Pada tataran yang lebih ekstrim, praktik-praktik seperti ini akan menggerus kejujuran ilmiah mereka sendiri, demi membenarkan yang dibela.
Walaupun agak berat, tapi saya percaya kita akan bisa mengetuk pintu hati para akademisi yang sedang tersesat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H