Namun, pernikahan bukan alat untuk menghindari zina karena orang yang sudah menikah pun bisa saja berzina, menikah adalah komitmen seumur hidup.
Sayangnya, di agama saya tidak mengenal atau menganjurkan untuk membujang, ini sangat mengekang bagi saya yang malas dan cemas berhadapan dengan pernikahan.
Saya berharap kepada Tuhan, agar saya diperkenankan untuk hidup selibat hingga akhir hayat saya, menikah bukan kebutuhan vital bagi saya.
Memang, di kultur agama saya, pernikahan menjadi puncak kebahagiaan, tapi mengapa kasus perceraian kian tinggi? Mengapa Indonesia makin banyak anak yang mentalnya tertekan karena dampak perceraian?
Saya lebih takut dampak perceraian yang jauh lebih parah untuk saya, pasangan, dan anak nantinya daripada dampak hidup selibat yang hanya kesepian.
Membujang tidak selalu merasa kesepian, seperti apa yang dialami tante dari keluarga jauh, guru SD, dan mendiang dosen saya yang memutuskan untuk tidak menikah.
Sendiri bukan berarti kesepian
Hidup sendiri bukan berarti merasa kesepian, orang yang menyendiri justru bisa menikmati kesendiriannya tanpa harus merasa kesepian.
Menurut kacamata saya, menikmati kesendirian tanpa merasakan kesepian seperti apa yang orang katakan adalah sebuah seni menikmati hidup.
Termasuk memilih untuk tidak menikah, membujang bukan berarti selalu kesepian, mereka selalu punya cara untuk bahagia karena bersama tidak harus bersama pasangan, bisa dengan tetangga, keluarga, sahabat, atau orang asing yang mereka bantu.
Aku tidak peduli dengan teman-teman yang usianya sedikit di bawahku sudah menikah, bukannya indikator dewasa itu berbeda, bukan dengan indikator yang kaku?