Bagi mahasiswa, skripsi adalah hal yang menyebalkan karena jadi faktor kuat menentukan lama masa studi kuliah.
Mau secepat apa pun masa studinya, kalau masih berkutat bongkar-pasang proposal dan analisis data, pasti susah cepat lulus.
Terlalu jauh untuk berharap cum laude, lulus tepat waktu saja relatif berat, asal tidak terkena DO saja sudah bersyukur.
Makanya, seperti di fakultas saya, lolos ke babak PIMNAS adalah impian yang menggiurkan: reward-nya adalah bebas skripsi.
Banyak trik atau cara membuat skripsi yang cepat dan jitu dari senior, dosen, atau netizen berdasarkan pengalaman.
Bagi mahasiswa yang super ambisius, cara membuat skripsi yang tepat paling sering diburu agar mendapatkan predikat cum laude dan langsung bekerja.
Padahal, dunia kerja tidak memandang seberapa bagus skripsi dan IPK Anda, melainkan kemampuan Anda yang belum tentu sesuai teori.
Ada faktor lain
Namun, apakah cara membuat skripsi yang tepat dan cepat ini akan bekerja 100%, ternyata tidak pasti.
Kok bisa? Ada faktor vital yang juga memengaruhi cepat atau lamanya pengerjaan skripsi Anda, yaitu dosen pembimbing.
Kita pasti sepakat kalau dosen pembimbing punya peran vital agar karya ilmiah tugas akhir kuliah kita akan berkualitas.
Dari dosen pembimbing inilah, Anda akan mendapatkan arahan revisi, langkah, dan referensi mana yang tepat.
Namun, eksistensi mereka bisa menjadi penghambat bagi mahasiswa itu sendiri, tanpa bermaksud merendahkan.
Ada 2 faktor yang membuat dosen pembimbing bisa dianggap sebagai penghambat mahasiswa saat mengerjakan skripsi.
1. Faktor eksternal
Faktor eksternal di artikel ini diartikan sebagai benar-benar berasal dari faktor dosennya sendiri, menurut perspektif mahasiswa.
Dosen yang sering ada kegiatan di luar, menjadi langganan mahasiswa tingkat akhir, atau rumitnya memberi syarat adalah jadi faktor utamanya.
Di samping itu, dosen pembimbing yang perfeksionis juga menghambat, bahkan gaya penulisan yang kurang sedikit saja sudah dipermasalahkan.
2. Faktor internal
Faktor internal di sini dimaknai sebagai faktor mahasiswanya itu sendiri, yaitu menilai dosen pembimbing secara subyektif.
Mahasiswa menganggap dosennya menjadi beban, padahal secara umum tidak, melainkan agar mahasiswa tersebut bisa menyelesaikan skripsinya dengan baik.
Misal, menganggap dosennya berlebihan karena terlalu banyak revisi, padahal menurut mahasiswa lain tidak.
Penutup
Tidak bisa kita untuk menyalahkan mahasiswa begitu saja tanpa mengetahui alasan sebenarnya.
Jika memang berasal dari faktor dosen pembimbing, seharusnya dosen tersebut meringankan urusan mahasiswanya.
Bukannya membantu untuk meringankan beban adalah sebuah kebaikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H