Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Panas Ekstrem dan Ar Rum: 41

3 Mei 2023   16:25 Diperbarui: 3 Mei 2023   16:27 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering merasakan akhir-akhir ini suhu udara semakin panas ekstrem sampai berjemur saja tidak kuat berlama-lama?

Sering mengeluhkan debu-debu semakin liar karena hujan jarang turun dan malah lebih sering terkena panas ekstrem?

Atau, sering mengalami barang-barang beku semakin mudah mencair karena imbas suhu panas ekstrem?

Mungkin di sini ada yang merasa lebih sering haus ketimbang dulu-dulu karena panas ekstrem?

Ya, semua merasakan panas ekstrem yang semakin tidak terkendali, setiap tahun suhunya semakin tinggi.

Menurut BMKG, panas ekstrem yang melanda belakangan ini terjadi karena gerak semu matahari.

Akibatnya, daerah tropis seperti Indonesia terdampak panas ekstrem dan intensitas sinar UV relatif masif.

Efek inilah yang menyebabkan isu kesehatan muncul, mulai heatstroke hingga kanker kulit.

Namun, apa benar panas ekstrem Indonesia hanya karena gerak semu matahari? Ternyata ada 'teman'-nya loh!


Pemanasan global
Ya, gerak semu matahari ternyata mengajak temannya, yaitu pemanasan global yang usianya lebih tua.

Jika gerak semu matahari saja, panasnya tidak segila belakangan ini seperti di tahun-tahun sebelumnya.

Efek gas rumah kaca yang menjadi biang keladinya, seperti metana, karbon dioksida, freon, dan sejenisnya.

Gas-gas inilah yang terakumulasi di atmosfer, radiasi matahari bisa masuk, tetapi sayangnya tidak bisa keluar.

Belum lagi panas dari bumi yang seharusnya bisa keluar, tetapi tertahan oleh gas rumah kaca ini.

Apa sebabnya? Jelas, penggunaan kendaraan pribadi berbasis bahan bakar fosil dan industri yang tidak ramah lingkungan penyebabnya.

Itu saja? Tidak, pembangkit listrik tenaga fosil masih banyak beroperasi di Indonesia dan juga negara-negara lain.


Deforestasi dan pertambangan
Pemanasan global saja? Tidak itu saja ternyata, deforestasi atau penebangan hutan besar-besaran turut andil dalam panas ekstrem.

Memang, seperti yang sudah diketahui belakangan, fitoplankton yang ternyata mensuplai oksigen terbesar.

Namun, dari hutan yang sekitar 20-30% juga punya peran penting dalam stabilisasi suhu bumi.

Laju deforestasi gila-gilaan dengan dalih pembangunan kota, alih fungsi lahan, tambang, dan lainnya turut menaikkan suhu bumi.

Paru-paru dunia sedang tidak baik-baik saja, ia dalam ancaman semakin habis dibabat keserakahan manusia atas nama pembangunan.

Itu masih secuil yang hilang, tetapi dampaknya sudah mulai dahysat, sampai-sampai banyak dataran es Antartika mulai terlepas dan mencair di mana-mana.


Ar Rum: 41
Hukum alam tentang sebab dan akibat sebenarnya sudah diperingatkan melalui Surah Ar Rum: 41 berikut ini.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (Ar Rum:41)

Alam yang dirusak akan memberi dampak bagi manusia itu sendiri, yaitu kerusakan suatu daerah.

Sesuai dengan penutup ayat tersebut, manusia ditimpa bencana serupa agar mereka bertobat dari merusak lingkungan.

Sudah jelas, manusia yang membabat hutan dan mengirimkan gas rumah kaca ke atmosfer dibalas dengan suhu bumi yang mulai meningkat, dan kutub yang mulai menghangat.

Pemanasan global menjadi 'teguran' bagi siapa saja yang merusak lingkungan, seperti deforestasi, tambang, dan penggunaan bahan bakar fosil.

Begitu isu krisis iklim sudah menggema, barulah manusia berlomba-lomba mengembangkan kendaraan dan pembangkit listrik yang ramah lingkungan.

Memang sudah terlambat, tetapi ini masih lebih baik dan bisa direm sesegera mungkin keburu bumi semakin tidak layak ditinggali.

Sudah seharusnya pemerintah Indonesia mulai mengalihkan bahan bakar ke yang lebih ramah lingkungan, bukan hanya kendaraan, tetapi pembangkit listrik.

Dengan begitu, pertambangan akan bisa direm atas nama kelestarian lingkungan dan mencegah panas ekstrem yang semakin tidak terkendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun