Sehingga anak yang bakat olah raga akan tetap dicap bodoh karena nilai matematikanya hancur.
Selain itu, masih banyak orang tua yang menilai anaknya pintar dan berprestasi kalau nilai rapornya di atas 80 atau langganan top 10 ranking kelas.
Padahal, sistem ranking adalah sistem usang yang seharusnya sudah dihilangkan dari sistem pendidikan.
Sekarang, zaman sudah berubah, ketika ranking bukan lagi indikator kecerdasan, melainkan kemampuan individu untuk melakukan sesuatu.
Ada atlet sepak bola yang teori mata pelajaran Penjaskes tidak terlalu banyak yang terpakai, tetapi ada di praktiknya.
Seorang pelukis tidak perlu memiliki nilai bagus di Seni Budaya, tetapi berdasarkan pengalaman, referensi, dan perasaan.
TIdak selamanya dokter dan apoteker bisa mengikuti guideline seperti mata kuliah Farmakologi untuk mengobati pasien tertentu.
"Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan di zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian."~ Ali bin Abi Thalib RA
Momen perbaikan sistem pendidikan
Dalam menyambut Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas ini, sudah saatnya untuk meninggalkan sistem lama yang mengotak-ngotakkan standar kecerdasan.
Zaman sudah berubah, dari yang dulu kecerdasan diukur berdasarkan nilai rapor dan IPK, saat ini berganti kemampuan dan bakat individu.
Semua anak cerdas, tetapi jenis kecerdasannya berbeda-beda yang tidak bisa diukur dengan standar baku seperti nilai rapor dan IPK.